REPUBLIKA.CO.ID, RAMALLAH - Seorang pejabat senior Palestina Sabtu mengatakan bahwa dia telah menerima janji dari Prancis bahwa negara itu pada September akan mengakui negara Palestina dengan wilayah yang diduduki oleh Israel pada 1967. Perunding Palestina Nabil Shaath, yang mengakhiri kunjungannya ke Paris pada Sabtu, mengatakan kepada Xinhua bahwa Prancis menegaskan bahwa mereka akan mengakui negara Palestina pada bulan September.
"Prancis menunda pengakuan atas negara Palestina karena sedang mengerahkan upaya untuk meyakinkan seluruh negara Eropa agar mengakui negara Palestina," kata Shaath.
Dia mencatat bahwa Prancis memimpin inisiatif di Uni Eropa (UE) yang bertujuan mengaktifkan kawasan tersebut mensponsori proses perdamaian, dan mengadopsi gagasan berdasarkan pengakuan terhadap negara Palestina dengan Yerusalem Timur sebagai ibu kotanya. "Prakarsa ini juga bertujuan meminta Israel harus berkomitmen untuk mengacu pada perdamaian internasional," kata Shaath, dan menambahkan ada sinyal bahwa Inggris positif akan meningkatkan kantornya di wilayah Palestina ke jenjang diplomatik yang lebih tinggi.
Setelah pembicaraan damai dihentikan pada 2 Oktober karena penolakan Israel untuk menghentikan kegiatan pembangunan permukiman, Palestina mengancam akan menggunakan opsi diplomatik lain, terutama meminta pengakuan dunia atas negara Palestina. "Masalah itu bukan masalah kami, masalahnya adalah dengan Israel. Perubahan politik di dunia Arab tidak akan mempengaruhi kepemimpinan Palestina, sebaliknya, ia akan memberdayakan tekad Palestina untuk melanjutkan perjuangan mereka melawan pendudukan Israel," kata Shaath.