REPUBLIKA.CO.ID,BEIRUT - Sekitar 8.000 orang di Beirut menggelar aksi protes terhadap sistem politik sektarian Lebanon. Mereka menyanyikan slogan-slogan seperti demonstran yang menjatuhkan presiden Tunisia dan Mesir.
Konstitusi di Libanon, yang tanpa pemerintah sejak Perdana Menteri Saad al-Hariri dijatuhkan oleh Hizbullah dan sekutunya pada Januari lalu, mengekalkan pembagian kekuasaan di antara aliran-aliran agama yang berbeda. Tapi, beberapa pengkritik mengatakan pembagian kekuasaan yang sulit itu juga telah menghambat pembangunan, meningkatkan korupsi dan mengkubu-kubukan para pemimpin dari berbagai kelompok Kristen dan Islam di Libanon.
"Roti, pengetahuan, kebebasan. Dan, tidak ada sektarianisme politik," bunyi salah satu spanduk pada unjuk rasa itu.
"Rakyat menginginkan tergulingnya sistem itu," pengunjuk rasa bernyanyi menggemakan permintaan yang telah melanda dunia Arab dalam beberapa pekan belakangan.
Demonstrasi itu diadakan di luar kementerian listrik Libanon. Institusi itu dianggap oleh para pemrotes sebagai simbol korupsi dan ketidakefisienan dari hasil sistem sektarian Lebanon. Kementerian itu tidak dapat memberikan pasokan listrik 24 jam.
Lebanon telah menderita 15 tahun perang saudara yang berakhir pada 1990 dan menewaskan 150 ribu orang. Pada 2008, kekerasan sektarian besar kembali pecah dan mengancam Lebanon jatuh dalam perang saudara baru.