REPUBLIKA.CO.ID, Dalam wawancaranya dengan televisi Al Arabiya yang disiarkan Senin (7/3) kemarin, putra Muammar Gadddafi, Saadi Gaddafi mengingatkan jika ayahnya meninggalkan kantornya, maka akan terjadi perang saudara di negaranya. Dalam wawancaranya itu, ia juga menyalahkan adiknya Saif al Islam yang dinilai gagal menjalankan perintah yang diberikan ayahnya.
Selain itu, Saif juga dianggap gagal karena menyerukan reformasi sebelum kerusuhan berlangsung. Karena hal itu bukan merupakan solusi untuk masalah di Libya. "Suku-suku semua bersenjata, ada kekuatan dari tentara Libya dan (mereka) di wilayah timur bersenjata. Situasi ini tidak seperti Tunisia atau Mesir," kata Saadi, yang pernah menjadi pemain sepak bola profesional di Italia sebelum beralih ke dunia bisnis.
Protes di Tunisia dan Mesir telah menggulingkan presiden kedua negara sejak awal tahun ini. "Situasi ini sangat berbahaya. Dari perspektif perang saudara, pemimpin harus memainkan peran yang sangat, peran yang sangat besar dalam menenangkan Libya dan meyakinkan orang untuk duduk bersama," tegasnya.
"Jika sesuatu terjadi pada pemimpin, siapa yang yang akan mengontrol? Sebuah perang saudara akan mulai," tuturnya. Dalam wawancaranya itu ia juga memperingatkan bahwa Libya akan berubah menjadi seperti Somalia baru, dimana suku di negara itu akan melawan satu dengan lainnya.
Kepada adiknya Saif al Islam, Saadi mengatakan, "Pemimpin (Gaddafi) telah mengatakan kepada mereka (Saif al-Islam dan para menteri) dalam setiap hari bahwa Anda memfasilitasi berbagai hal dan anggaran, tetapi ada hal-hal yang mereka tidak melakukannya," katanya, seraya mencontohkan gagal mengatasi harga kebutuhan bahan pokok di Libya.
Upaya reformasi Saif al-Islam dicegah oposisi dari dalam elit penguasa dan, beberapa analis mengatakan, dari para anggota keluarga. Mengenyam pendidikan di sebuah universitas di Inggris, Saif al-Islam telah bertindak sebagai juru bicara Gaddafi selama kerusuhan. Saadi memiliki karir singkat di sepak bola Serie A liga Italia kisaran 2003 dan 2007, walaupun ia memiliki sedikit waktu di lapangan.
Saadi, yang memenuhi syarat sebagai seorang insinyur dan juga berpangkat militer, kemudian beralih ke bisnis. Dia mengatakan kepada Reuters dalam sebuah wawancara tahun lalu, ia berada di belakang sebuah proyek untuk mendirikan zona perdagangan bebas di pantai Mediterania barat Tripoli.