REPUBLIKA.CO.ID, KAIRO - Organisasi Konferensi Islam (OKI) dan Dewan Kerja Sama Negara-Negara Teluk (GCC) pada Selasa (8/3) menyampaikan dukungan penerapan zona larangan terbang yang dicanangkan Dewan Keamanan (DK) PBB di wilayah Libya untuk melindungi warga sipil di negara bergolak itu.
Sekretaris Jenderal OKI, Ekmeleddin Ihsanoglu, dan Sekjen GCC, AbdulRahman Bin Hamad Al Attiyah, secara terpisah mendesak agar DK PBB menerapkan zona larangan terbang bagi pesawat-pesawat tempur Libya.
"OKI ikut mendesak DK PBB untuk segera melindungi warga sipil Libya dengan menetapkan zona larangan terbang," kata Ihsanoglu, seperti dikutip kantor berita Arab Saudi, SPA.
Pemimpin organisasi beranggotakan 54 negara berpenduduk Islam yang bermarkas di Jeddah, Arab Saudi itu, menyatakan prihatin atas konflik bersenjata di Libya yang mengarah ke perang saudara.
Desakan senada diutarakan Sekjen Attiyah. "Kami menyerukan masyarakat internasional, terutama DK PBB untuk menampakkan rasa tanggung jawabnya dalam membantu rakyat sipil Libya dari serangan udara," kata Sekjen Al Attiyah dalam pertemuan tingkat Menlu GCC di Abu Dhabi, Uni Emirat Arab.
GCC beranggotakan enam negara kaya minyak Teluk, yaitu Arab Saudi, Uni Emirat Arab, Bahrain, Kuwait, Oman dan Qatar. Sementara itu, Liga Arab merencanakan akan membahas persoalan Libya dalam pertemuan tingkat menteri luar negeri yang dijadwalkan berlangsung di Kairo, Sabtu akhir pekan ini. Pertemuan tingkat Menlu 22 negara Arab itu sedianya berlangsung Jumat (11/3) namun diundur pada Sabtu.
DK PBB sedang membahas penerapan zona larangan terbang di Libya yang diajukan oleh Inggris dan Prancis untuk mencegah serangan udara tentara pendukung Presiden Muammar Gaddafi.
Hingga Selasa, pesawat-pesawat tempur Libya dilaporkan terus melancarkan serangan udara terhadap sasaran-sasaran gerilyawan oposisi di bagian timur dan barat negara itu yang menimbulkan banyak korban warga sipil.
Jaringan televisi Al Arabiya melaporkan, belasan warga sipil tewas pada Selasa di Zawiya dan Ras Lanuf akibat serangan udara pasukan pemerintah.