REPUBLIKA.CO.ID, BRUSEL - NATO memperpanjang pengawasan wilayah udara dan laut di kawasan Mediterania, kata Sekretaris Jenderal Anders Fogh Rasmussen pada Kamis (10/3). Keputusan itu diambil di tengah pertempuran yang sedang terjadi antara pendukung oposisi dan pasukan setia kepada pemimpin Libya, Muamar Gaddafi.
Ribuan orang telah tewas sejak pengunjuk rasa memulai pertama kali pada pertengahan Februari. Mereka meminta rezim Gaddafi yang telah berkuasa 41 tahun berakhir.
Komunitas internasional mencemaskan perkembangan situasi Libya. Pendukung Gaddafi terus melakukan serangan udara ke wilayah yang dikuasai oleh pejuang di timur negeri itu.
Pemimpin NATO meminta meminta para jenderal dalam jajarannya agar merencanakan kemungkinan tindakan militer terhadap negara tersebut. Tetapi mereka berjanji bahwa langkah tersebut hanya dilakukan bila sesuai dengan keputusan Dewan Keamanan PBB.
"NATO tidak mencari cara untuk mengintervensi Libya, tetapi kami telah meminta pasukan militer kami agar mengadakan perencanaan yang diperlukan untuk segala kemungkinan," kata Rasmussen di Brussels, tempat NATO dan Uni Eropa mengadakan pertemuan pada Kamis mengenai situasi yang berkembang di Libya.
"Sebagai bagian dari perencanaan, kami telah memutuskan untuk memperpanjang pangawasan wilayah udara dan air di kawasan tersebut," kata Rasmussen. Ia menambahkan bahwa pesawat pengawas dan kendali awal AWAC akan mengawasi kawasan tersebut tanpa henti.
"Dengan cara itu kami akan bisa mendapat gambar apa yang sedang terjadi, dan hal tersebut penting untuk memberi data pada perencanaan kami untuk segala kemungkinan," kata sekjen NATO.
NATO telah menjalankan "Operation Active Endevour" yang bertujuan untuk mencegah terorisme, perdagangan narkoba, persenjataan dan manusia di Mediterania sejak 2001.
Pertemuan NATO-UE di Brussels diharapkan terfokus pada pilihan tindak militer, termasuk kemungkinan memberlakukan zona larangan terbang terhadap Libya supaya mencegah pesawat Gaddafi membom para pejuang.
Antara/RIA Novosti-Oana