REPUBLIKA.CO.ID, PRETORIA - Presiden Afrika Selatan, Jacob Zuma, memberitahu pemimpin Libya, Moamer Gaddafi, dalam pembicaraan telepon baru-baru ini untuk segera mengakhiri pembunuhan rakyat sipil. Seruan itu disampaikan Menteri Luar Negeri Maite Nkoane-Mashebane, Kamis.
"Gaddafi menelpon presiden kami," katanya dalam konferensi pers, meskipun dia tidak akan mengatakan kapan pembicaraan telepon berlangsung. "Dia memberitahu Gaddafi bagaimana kami membenci pelanggaran keji terhadap hak asasi manusia terhadap rakyat sendiri," katanya.
"Kami mengambil keuntungan dari telepon kepada presiden kami untuk memberitahu gaddafi bahwa kami membenci membunuh dan ini harus segera dihentikan."
Zuma juga membandingkan kekerasan di Libya dengan pembantaian terkenal oleh rejim kulit putih apartheid di Afrika Selatan, katanya.
"Dia memberitahu dia untuk mengingat bahwa terakhir kalinya pemerintah menodongkan senjatanya pada rakyatnya sendiri terjadi di negara ini pada Sharpeville pada tahun 1960 dan Soweto tahun 1976," katanya.
Menteri juga mengatakan bahwa sikap Afrika Selatan atas zona larangan terbang yang diusulkan atas Libya akan ditentukan oleh pertemuan Dewan Perdamaian dan Keamanan Uni Afrika, Kamis (10/3).
Dewan Keamanan PBB, Kamis, diharapkan mendengar laporan dari Utusan khususnya untuk situasi hak asasi manusia di Libya. Pada saat bersamaan Menteri Pertahanan NATO juga siap untuk bertemu di Brussels guna mencari konsensus terkait zona larangan terbang, misi kemanusiaan dan mungkin tindakan militer lainnya.
Nkoane-Mashebane mengatakan, setiap keputusan yang diambil oleh NATO juga harus memperoleh persetujuan dari Dewan Keamanan PBB. "Tidak akan ada keputusan NATO yang dapat dilaksanakan tanpa terlebih dahulu melewati Dewan Keamanan PBB," kata menteri.