REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Wakil Ketua Komisi I DPR RI, Tubagus Hasanuddin, mengatakan, laporan para diplomat tentang sepak terjang sejumlah tokoh Indonesia termasuk Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang kemudian dibocorkan 'Wikileaks', mestinya diketahui Dubes Amerika Serikat. "Sebab ada prosedur baku di mana pun yang menegaskan, apa pun yang dilaporkan oleh stafnya ke negaranya, pasti diketahui Duta Besar (Dubes). Jadi, apa yang dilaporkan staf Kedubes AS, pasti didisposisi Dubes-nya," katanya di Jakarta, Selasa (15/3).
Ia mengatakan itu, terkait berita dua koran Australia berdasar bocoran 'Wikileaks' yang pada intinya mengulas laporan-laporan diplomat seputar 'penyalahgunaan kekuasaan' Pemerintahan SBY. Bagi Tubagus Hasanuddin yang sempat berkecimpung di dunia intelijen, karena laporan para diplomat itu diketahui dan didisposisi Dubes-nya, berarti materinya bisa dipertanggungjawabkan.
"Setidaknya dapat dipertanggungjawabkan dari sisi atau versi Dubesnya (sebelum laporan itu diteruskan ke negaranya)," ungkapnya. Pertanyaannya, lanjut dia, apakah analisis seorang Dubes masih dianggap "mentah"?. "Seperti yang disampaikan oleh Dubes AS baru-baru ini, apa dubes sebagai pelapor akan mempertaruhkan kredibilitasnya," tanyanya lagi.
Selanjutnya, sebagai latar belakang analisis, mantan jenderal ini mengatakan pula, dari berbagai macam kasus
'Wikileaks' yang kemudian menghebohkan pers dunia, dapat diambil kesimpulan, Indonesia sekarang telah menjadi perhatian AS. "Bahkan telah menjadi sasaran intelijen AS, dan tidak mustahil mereka melakukan penyadapan terhadap berita maupun informasi rahasia yang kita miliki," ungkapnya.
Ia menambahkan, AS agaknya memandang perlu mengawasi dan mendapatkan informasi yang akurat, mengingat peran Indonesia di ASEAN dan di Asia Pasifik, terutama hubungannya dengan Cina maupun Korea Utara. "Jadi, saatnya Pemerintah mulai 'mensterilkan' tempat-tempat rapat dari upaya-upaya penyadapan dan meng'cover' berita-berita rahasia yang masuk maupun keluar," tegas Tubagus Hasanuddin.