Selasa 15 Mar 2011 21:05 WIB

Iran Kecam Campur Tangan Militer Asing di Bahrain

Demo massa di Bahrain
Foto: AP
Demo massa di Bahrain

REPUBLIKA.CO.ID, TEHERAN - Intervensi militer di Bahrain yang dilakukan negara-negara Teluk Persia tidak bisa diterima dan hanya akan menambah rumit situasi yang sudah rawan di negara itu, kata juru bicara kementerian luar negeri Iran, Selasa (15/3). "Kehadiran pasukan asing tidak bisa diterima dan akan membuat situasi lebih rumit dan sulit," kata Ramin Mehmanparast dalam jumpa wartawan mingguannya yang disiarkan televisi pemerintah.

 

Angkatan bersenjata dari Arab Saudi dan Uni Emirat Arab memasuki Bahrain Senin untuk mmbantu pemerintah Manam menghadapi para pemrotes pro demokrasi. Gambar televisi menunjukkan konvoi-konvoi tidak memiliki tanda, kendaraan lapis baja meLintas dari Provinsi Timur Arab Saudi memasuki Bahrain, tempat pangkalan Armada V Amerika Serikat.

"Pada dasarnya, kami kira tidak tepat pasukan dari negara-negara asing terutama dari negara-negara Teluk Persia, datang atau melakukan intervensi dalam konflik di Bahrain," kata Mehmanparast. "Rakyat Bahrain memiliki tuntutan-tuntutan yang sah dan diutarakan secara damai. Setiap aksi kekerasan dalam menanggapi tuntutan-tuntutan sah ini harus dihentikan," tambahnya.

Aliansi oposisi yang dipimpin Syiah Bahrain telah mengatakan setiap pasukan asing yang berada di negara ini akan diperlakukan sebagai tentara penyerbu. Tetapi pihak berwenang menyerukan penduduk "membantu penuh dan menyambut" pasukan itu. Mehmanparast mengatakan solusi bagi Bahrain "tidak tergantung pada intervensi-intervensi seperti ini, atau peningkatkan tindakan keras."

Menteri Luar Negeri Iran Ali Akbar Salehi, Senin meminta Organisasi Konferensi Islam (OKI) "menggunakan segala usaha untuk mencegah penggunaan kekerasan" di Bahrain, kata kantor berita IRNA. Dalam percakapan telepon dengan Sekjen OKI Ekmeleddin Ihsanoglu, Salehi mengutarakan "keprihatinnya atas peningkatan aksi kekerasan" di kerajaan itu, kata IRNA.

Protes-protes meletus di Bahrain yangber penduduk mayoritas kaum Syiah pada 14 Februari dan tujuh orang tewas dalam tindakan-tindakan keras terhadap para demonstran, menurut data AFP didasarkan pada keluarga para krban dan para pejabat oposisi. Protes-protes Senin memblokir jalan masuk ke kompleks bisnis "Pusat Keuangan" di Manama, sehari setelah lebih dari 200 orang cedera di sana dalam bentrokan-bentrokan antara polisi anti huru hara

dan para pengunjuk rasa.

Bahrain yang diperintah dinasti Sunni lebih dari 200 tahun, mengubah dirinya menjadi pusat keuangan regional sementara negara itu berusaha untuk mengurangi ketergantunganya pada pendapatan minyak. Tetapi banyak kelompok Syiah menganggap distrik perbankan itu sebagai simbol korupsi, kekayaan dan hak istimewa, dan para pemrotes menuntut reformasi yang demokratis lebih luas.

Raja menawarkan dialog dan pembentukan parlemen baru yang punya kekuasaan kuat dan reformasi-reformasi lainnya tetapi oposisi menolak berunding sampai pemerintah mundur. Iran yang berpenduduk mayoritas Syiah sebelumnya mengecam penggunaan "tindakan ekras" terhadap terhadap para pengunjuk rasa dan berulang-ulang menyerukan pihak berwenangnya untuk menyelesaikan tuntutan-tuntutan "sah" penduduk itu.

Republik Islam itu tidak menyerukan penggantian rezim, berbeda dengan sikapnya yang mendukung pemberontakan-pemberontakan rakyat di Mesir, Tunisia dan Libya.

sumber : Antara/AFP
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement