Rabu 16 Mar 2011 18:11 WIB

Permintaan Pil Penawar Radiasi Melonjak di AS

Pemindaian radiasi terhadap warga di Koriyama, Fukusima.
Foto: AP
Pemindaian radiasi terhadap warga di Koriyama, Fukusima.

REPUBLIKA.CO.ID,WASHINGTON – Krisis nuklir Jepang berimbas pada melonjaknya permintaan akan obat penawar radiasi di AS dan sejumlah negara lainnya.

Dinas kesehatan di California dan Kanada Barat, Selasa waktu setempat, mengingatkan bahwa tak ada alasan bagi warganya, yang terpisah satu samudera dengan Jepang, untuk mengonsumsi atau menimbun potasiun iodide. Sejumlah produsen obat ini mengatakan metreka menerima permintaan panik dari calon konsumen.

“Katakan pada mereka (warga) untuk berhenti, jangan lakukan itu,” kata Kathryn Higley, Direktur Jurusan Kesehatan Radiasi Oregon State University.

“Banyak beredar mitologi seputar potassium iodide,” ujar Dr Irwin Redlener, dokter anak dan ahli antisipasi bencana di Columbia University. “Ini bukan penawar radiasi secara umum.”

Pil ini bisa membantu mencegah iodine radioaktif menimbulkan kanker tiroid, kanker yang paling rentan diderita anak-anak dalam bencana nuklir.

Badan Keselamatan Nuklir Jepang menyimpan potassium iodide untuk disebarkan jika terjadi kebocoran radiasi tingkat tinggi. Sementara Angkatan Laut AS membagikan pil ini kepada tentaranya yang terpapar radiasi saat memberikan pertolongan pada korban bencana di Jepang.

Para ahli dan pemerintah mengatakan warga Amerika tak perlu takut akan radiasi dari PLTN di Jepang. “Jika pun sampai (di AS) setelah menempuh jarak yang jauh, radiasi ini tak akan menimbulkan resiko kepada warga AS,” ungkap Kepala Komisi Regulasi Nuklir, Greg Jazcko.

Pendapat senada disampaikan Menteri Kesehatan British Columbia di Kanada. “Tak ada ada resiko kesehatan bagi warga menyusul bocornya radiasi di Jepang. Juga tak ada alas an bagi warga untuk mengonsumsi tablet potassium iodide.”

Di Rusia, media melaporkan apotik-apotik di Vladivostok kehabisan pil ini. “Media memberitakan bahwa angin berhenbus kea rah berlawanan dan radiasi dari Jepang bukan ancaman. Tapi, warga tetap saja khawatir,” kata Valentina Chupina, seorang pengasuh di Vladivostok, seperti dimuat Harian Delovoi Peterburg.  Ia mengatakan warga tak percaya pemerintah akan member peringatan jika hal buruk terjadi.

sumber : AP
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement