REPUBLIKA.CO.ID, Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa ( DK PBB) menggelar voting pada Kamis (17/3) terkait draf resolusi yang memungkinkan tidak hanya menerapkan zona larangan terbang bagi Libya, tetapi memungkinkan memiliki wewenang untuk menghalangi aksi pesawat jet tempur para loyalis Muammar Gaddafi, yakni dengan serangan udara.
Darft tersebut didukung oleh Amerika Serikat (AS), Inggris, Prancis dan Jerman. Namun dari draft tersebut memperlihatkan pergeseran kebijakan Washington, yang mengaku khawatir akan perkembangan yang cepat terkait pemerontak yang bakal dibantai, terutama di Benghazi.
Padahal, sampai pada minggu lalu AS secara total menolak mengintervensi Libya dengan pendekatan milliter. Meskipun suara telah diambil pada Kamis sore, namun jadwal yang ada di PBB kecenderungannya akan mengalami perubahan. Rusia dan Cina, yang memiliki hak veto atas 15 keanggotaan Dewan Keamanan, kemungkinan bakal mengagalkan draft resolusi tersebut.
Sebuah resolusi PBB akan membuka jalan bagi aksi militer yang dapat melibatkan Amerika Serikat dan anggota NATO lainnya, termasuk Inggris dan Perancis dan negara-negara Arab. Amerika Serikat tetap menentang menempatkan pasukan Libya sebagai bentuk tim penjaga perdamaian dan sepertinya terlihat rencana tersebut hanya untuk menahan tank atau kapal yang bergerak menuju Benghazi dimana para loyalis Gaddafi membom kota tersebut