Jumat 18 Mar 2011 08:34 WIB

30 Orang Tewas Dalam Kerusuhan di Pantai Gading

REPUBLIKA.CO.ID,ABIDJAN--Pasukan yang setia kepada orang kuat Laurent Gbagbo menewaskan sebanyak 30 orang dalam satu serangan di pinggiran kota Abidjan, Kamis (17/3), demikian keterangan PBB, sementara kerusuhan meningkat dalam pergolakan kekuasaan berdarah pasca-pemilihan umum di Pantai Gading.

Serangan rudal terhadap satu pasar di kubu pemimpin Pantai Gading yang diakui masyarakat internasional Alassane Ouattara adalah salah satu yang paling berdarah sejak pemilihan presiden yang dirongrong kemelut pada November menjerumuskan produsen utama coklat di dunia itu ke dalam krisis, kata PBB.

Jurubicara PBB Hamadoun Toure mengatakan para korban adalah "warga sipil yang tak berdosa" atau rakyat biasa Pantai Gading yang kian berat menanggung akibat dari kerusuhan dalam pemilihan presiden. Gbagbo dan Ouattara, sama-sama, mengklaim sebagai pemenang dalam proses demokrasi tersebut.

Toure mengatakan satu tim PBB yang mengunjungi pinggiran kota Abobo "dapat menyaksikan bahwa tentara presiden Laurent Gbagbo menembakkan sedikitnya enam rudal ke pasar itu dan daerah sekitarnya, sehingga menwaskan 25 sampai 30 orang dan melukai antara 40 dan 60 orang".

Ia menyatakan misi PBB yang terdiri atas 1.000 personel di Pantai Gading, yang dikenal dengan nama UNOCI, "menyampaikan kemarahannya sehubungan dengan kekejaman semacam itu terhadap warga sipil yang tak berdosa. Para pelakunya takkan lolos dari hukuman".

Pada pagi hari yang sama beberapa saksi mata melaporkan sedikitnya 12 orang tewas.

Serangan itu dilancarkan tak lama setelah UNOCI mengumumkan sebanyak 410 orang telah tewas sejak krisis meletus, yang disulut oleh pemilihan umum yang rusuh dan mengancam bertambah parah jadi perang saudara dengan dampak luas buat Afrika barat.

Sebagian besar wilayah Abobo, pinggiran kota dengan penduduk paling padat --sebanyak 1,5 juta orang-- di ibukota ekonomi Pantai Gading, dikuasai oleh petempur pro-Ouattara.

Kubu Gbagbo menyatakan daerah itu "dipenuhi pemberontak".

Kerusuhan di kota tersebut telah melonjak sejak keputusan pekan lalu oleh Uni Afrika (AU) untuk mensahkan Ouattara sebagai Presiden, tindakan yang langsung ditolak oleh Gbagbo, yang mengaku "dia lah pemenang dalam pemilihan umum itu" dan telah menolak untuk meletakkan jabatan.

Sejak Senin, petempur yang mendukung Ouattara telah berusaha bergerak ke selatan dari Abobo, menyusup ke pinggiran kota yang bertetangga serta memicu perlawanan sengit dari pasukan pro-Gbagbo.

Pada Rabu malam (16/3) suara baku-tembak sengit terdengar di wilayah Adjame, yang menjadi tempat dua kamp besar militer, penghalang di jalan menuju pusat kota Plateau, sektor administrasi tempat istana presiden berada.

Baku-tembak juga berkecamuk di wilayah Cocody, tempat stasiun televisi negara pro-Gbagbo RTI dan kediaman presiden yang harusnya meletakkan jabatan itu serta Port-Bouet 2 --daerah kantung pro-Ouattara di daerah Yopoudon, yang didominasi warga pro-Gbagbo-- berada.

sumber : antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement