REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Dalam pengulangan proses peradilan pada pengadilan tingkat satu dalam kasus penganiayaan Sumiati, TKI asal Indonesia oleh majikannya di Arab Saudi, Pemerintah Indonesia harus memastikan dan menyiapkan Sumiati sebagai saksi korban. Hal ini diuatarakan oleh Direktur Eksekutif Migran Care Anis Hidayah kepada Republika, Jumat (18/3).
"Harus dipastikan bahwa tim bantuan hukum yang dibentuk pemerintah menyiapkan Sumiati sebagai saksi korban," tegas Anis. Sumiati harus menjadi kunci untuk menyampaikan perlakuan-perlakuan keji majikan tempat dia bekerja terhadap dirinya.
Untuk itu, Anis memaparkan bahwa harus ada penguatan pada Sumiati untuk menghadapi proses hukum yang kenyataannya harus diulang karena dianggap tidak memenuhi prosedur. "Sumiati harus dikuatkan mentalnya dalam menghadapi pengulangan proses peradilan," kata dia.
Sedangkan bukti-bukti visum rumah sakit atas kekerasan yang diterima Sumiati harus bisa mendukung bahwa ia menjadi korban. "Juga harus dipastikan bukti visum RS bisa mendukung pembuktian Sumiati sebagai korban penyiksaan," tutur dia.
Di sisi lain pengulangan proses peradilan di tingkat satu dalam kasus penganiayaan berat ini menurut Anis patut diduga sebagai upaya pemerintah Arab Saudi untuk lebih membela warga negaranya dan menunda proses vonis bagi majikan Suamiati tersebut. "Kasus se-emergency Sumiati mungkinkan proses hukumnya salah prosedur. Ini patut dipertanyakan," tutur dia.
Sementara itu Anis menilai bahwa pemerintah hingga kini belum fokus menangani kasus kekerasan yang menimpa pekerja migran Indonesia yang bekerja sebagai PRT. "Perhatian pemerintah masih fokus pada penempatan saja," tutur dia. Dalam catatannya hingga kini Migran Care juga masih melihat belum terbangun iklim birokrasi yang responsif tapi cenderung reaktif dan reaksioner.