Selasa 22 Mar 2011 08:06 WIB

Sekutu Gempur Libya, Harga Minyak Melambung

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Harga minyak dunia melonjak pada Senin waktu setempat, setelah serangan udara Barat pada Libya dan gejolak meningkat di Yaman, yang keduanya merupakan eksportir minyak signifikan.

Ketidakmampuan Jepang untuk mendapatkan kontrol penuh pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) Fukushima di tengah ketakutan krisis juga memberikan kontribusi terhadap berlanjutnya volatilitas di pasar, kata para analis.

Kontrak utama New York, minyak West Texas Intermediate atau minyak mentah light sweet untuk pengiriman April berakhir pada 102,33 dolar AS per barel, naik 1,26 dolar AS dari penutupan Jumat.

Di London minyak mentah Brent North Sea meningkat 1,03 dolar AS menjadi 114,96 dolar AS per barel. "Ini benar-benar ketidakpastian berlanjut yang kita lihat di Libya," kata Matt Smith dari Summit Energy. "Itu dihargakan sampai batas tertentu bahwa pasokan itu akan

offline untuk sementara waktu."

"Tapi keterlibatan PBB dan pasukan Barat benar-benar menyebabkan harga menjadi rally karena mereka pikir itu akan membuat gangguan di Libya lebih berlarut-larut." Analis pada JPMorgan mengatakan mereka memperkirakan volatilitas lebih dalam multi-krisis lingkungan.

"Harga minyak terus melihat-lihat perkembangan di Timur Tengah dan Jepang. Potensi gangguan jangka pendek serta probabilitas rendah tetapi dampak tinggi peristiwa itu menggerakan pasar," kata mereka.

Intervensi oleh pasukan Prancis, Amerika dan Inggris di Libya -- yang mengekspor sekitar 1,2 juta barel per hari sebelum pemberontakan terhadap Moamer Kadhafi -- telah membuat pasukan loyalis tertatih-tatih tapi menawarkan sedikit petunjuk tentang bagaimana situasi akan diselesaikan.

"Sebuah jalan buntu pada posisi saat ini membiarkan sebagian besar pelabuhan ekspor minyak di tangan rezim Kadhafi," kata analis PetroMatrix, Olivier Jakob di Zurich.

"Harga minyak sudah naik akibat serangan militer di Libya dari pasukan PBB," kata Victor Shum, seorang analis di konsultan energi Purvin and Gertz. "Lebih banyak instalasi minyak bisa rusak akibat kerusakan tambahan dan sabotase internal," kata Shum kepada AFP.

Dikombinasikan dengan kerusuhan di tempat lain, ia berkata, "gangguan suplai minyak akan mendukung harga di tiga digit."

Di London, Pusat Studi Energi Global memperingatkan bahwa pengetatan pasar dalam bahaya mengulangi lonjakan harga minyak mentah berjangka 2008 ketika melampaui 147 dolar AS per barel.

Ia mengatakan pasar minyak membutuhkan "sinyal yang jelas" dari kartel OPEC bahwa produksi Libya yang hilang akan diganti.

sumber : antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement