REPUBLIKA.CO.ID,LONDON-Perpecahan pendapat terjadi di kalangan NATO seputar rencana AS menyerahkan kepemimpinan agresi militer atas Libya. Presiden Barack Obama, Senin, mengatakan negaranya berharap menyerahkan kepemimpinan agresi atas Libya kepada sekutunya. “Kami mengantisipasi transisi ini (penyerahan kepemimpinan) akan dilakukan dalam hitungan hari, bukan minggu,” katanya.
Turki, satu-satunya negara Muslim anggota NATO, menentang jika NATO mengambil alih upaya penegakan zona larangan terbang atas Libya. Sementara Italia mengisyaratkan akan menutup pangkalan udaranya bagi agresi militer tersebut jika NATO tak diberikan kepemimpinan. Adapun sejumlah negara NATO lainnya khawatir pesawat dan peralatan tempur NATO akan dialihkan dari misi yang lain, termasuk misi di Afghanistan.
Wartawan Al Jazeera di Brussels mengatakan terjadi perpecahan seputar keterlibatan NATO dalam agresi di Libya. “Sejumlah perpecahan terjadi di antara Uni Eropa (UE), sejumlah lainnya berasal dari luar,” katanya.
Menteri Luar Negeri Inggris, William Hague, Senin, menolak menampik penggunaan kekuatan udara NATO di Libya. Ia mengatakan hal itu tergantung kondisi. Namun, Menteri Pertahanan AS, Robert Gates, mengatakan penggunaan kekuatan NATO tak bijaksana. Pendapat senada diungkapkan Menteri Pertahanan Prancis yang menolak penggunaan kekuatan NATO.
Sementara Jerman mengkritik cara resolusi PBB terhadap Libya dijalankan. Juru Bicara Luar Negeri Jerman, Guido Westerwelle, membela keputusan negaranya untuk tak terlibat dalam agresi militer terhadap tentara Qaddafi. Ia mengatakan kritik Liga Arab terhadap serangan tersebut memperkuat keengganan Jerman untuk mendukung agresi. Namun, katanya, Jerman sependapat dengan negara Uni Eropa lainnya untuk memperkuat sanksi terhadap pemerintah Libya.
Sejauh ini, agresi militer terhadap pasukan Muammar Qaddafi dijalankan oleh AS dan sejumlah sekutunya yang bertindak di luar NATO.