REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON - Para pemimpin Amerika Serikat, Inggris, dan Prancis melakukan pembicaraan telepon yang menyepakati bahwa NATO harus mengambil peran utama dalam operasi militer di Libya."Para pemimpin tersebut ... sepakat bahwa NATO harus memainkan peran utama dalam struktur komando pelaksanaan dan pemberlakuan wilayah larangan terbang terhadap Libya," kata Deputi Penasihat Keamanan Nasional untuk Komunikasi Strategis, Ben Rhodes.
"Dan lagi, diskusi tentang itu masih berlangsung di Brussels dan sejumlah ibu kota negara, namun tentunya, dalam pembicaraan teleponnya Presiden Obama dan Presiden Nicolas Sarkozy serta Perdana Menteri David Cameron, sepakat bahwa NATO harus memainkan peran penting dalam upaya tersebut," katanya.
Utusan Khusus Uni Eropa untuk Hubungan Luar Negeri dan Kebijakan Keamanan, Catherine Ashton, pada Selasa mengonfirmasi bahwa pembicaraan tentang hal itu tengah berlangsung.
Sekretaris Jenderal NATO, Anders Fogh Rasmussen, mengatakan NATO telah menyelesaikan perencanaannya terhadap wilayah larangan terbang dan embargo persenjataan terhadap Libya, dan seluruh anggota aliansi berkomitmen terhadap tanggung jawab mereka dalam kerangka resolusi Perserikatan Bangsa Bangsa guna menghentikan kekerasan yang tidak bisa ditoleransi terhadap warga Libya.
Amerika Serikat memberlakukan sanksi sepihak terhadap 14 perusahaan Libya, yang dimiliki oleh Perusahaan Minyak Nasional Libya yang menjadi perusahaan minyak utama milik pemerintah dan pundi keuangan utama untuk rezim Gaddafi.
Dewan Keamanan PBB memberlakukan wilayah larangan terbang terhadap Libya, Jumat lalu, serta membolehkan "segala tindakan yang diperlukan" guna melindungi warga sipil Libya dari serangan pasukan Muammar Gaddafi.
"Operasi Pengembaraan Fajar" mencapai hari ketiganya dengan serangan udara terhadap sistem pertahanan udara Libya pada Senin. Televisi pemerintah Libya melaporkan sedikitnya 60 warga sipil tewas dan lebih dari 150 warga lainnya terluka akibat serangan itu.