Sabtu 04 May 2019 01:09 WIB

Ebola Terus Menyebar di Kongo

Sejak Agustus lalu penyakit itu telah menewaskan sebanyak 1.000 orang.

Rep: Dwina Agustin/ Red: Andi Nur Aminah
Petugas medis ebola bekerja di pusat kesehatan di Beni, Kongo bagian Timur.
Foto: AP Photo/Al-hadji Kudra Maliro
Petugas medis ebola bekerja di pusat kesehatan di Beni, Kongo bagian Timur.

REPUBLIKA.CO.ID, GENEVA -- Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan, epidemi Ebola di Kongo diperkirakan akan terus menyebar ke wilayah timur negara itu. Sejak Agustus lalu penyakit itu telah menewaskan sebanyak 1.000 orang dan memicu ketidakpercayaan dan serangan yang sering terjadi pada pusat-pusat medis.

WHO berencana untuk memperluas vaksinasi di bagian Republik Demokratik Kongo dalam beberapa minggu mendatang setelah perawatan baru oleh Johnson & Johnson disetujui. Mereka menggunakan vaksin eksperimental lain yang dibuat oleh Merck.

Baca Juga

Direktur eksekutif Program Kedaruratan Kesehatan WHO Michael Ryan mengatakan, pasokan vaksin berlimpah. Namun, akses untuk mengelolanya dan mengobati pasien terhambat oleh rasa tidak percaya terhadap staf medis.

Insiden keamanan terus mengganggu upaya untuk menghentikan wabah, dengan 119 serangan yang didokumentasikan sejak Januari. "Kami mengantisipasi skenario transmisi intens yang berkelanjutan," kata Ryan, dikutip Reuters, Sabtu (4/5).

Ryan menyatakan, saat ini jumlah kematian belum melebihi 1.000 orang. Namun, WHO memprediksi kemungkinan pada malam hari angka tersebut akan terlewati mengingat tanggapan yang tidak terbuka dari masyarakat.

Vaksin Merck masih akan digunakan dalam vaksinasi orang yang terpapar virus dan kontak. Namun, WHO juga sedang mempelajari penggunaan dosis tunggal untuk meregangkan persediaan, sebuah opsi yang akan ditinjau oleh para ahli.

Lebih dari 100 ribu orang telah divaksinasi sejauh ini, dan perawatannya sangat efektif. Vaksin Johnson & Johnson akan dikerahkan di luar lingkaran di daerah sekitarnya untuk melindungi orang dari infeksi, "Ini sebagai cara meletakkan penghalang terhadap virus," kata Ryan.

Milisi menyerang sebuah rumah sakit yang merawat pasien Ebola dua pekan lalu, membunuh seorang ahli epidemiologi senior WHO dan melukai dua lainnya. Serangan itu membatasi akses kemanusiaan, memperlambat upaya untuk memvaksinasi lebih dari 900 orang per hari, serta pemeriksaan harian terhadap sekitar 12 ribu orang yang berpotensi terkena virus. "Kami masih menghadapi masalah utama penerimaan dan kepercayaan masyarakat," kata Ryan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement