REPUBLIKA.CO.ID, SYDNEY -- The Guardian melakukan sebuah wawancara eksklusif dengan pengawal mantan Perdana Menteri Malaysia Najib Razak, Sirul Azgar Umar, beberapa hari lalu. Sirul dihukum karena pembunuhan seorang penerjemah Mongolia yang terlibat dalam pembelian kapal selam Prancis.
Sirul Azgar Umar, yang bekerja untuk Najib Razak, telah ditahan di sayap keamanan tinggi pusat tahanan imigrasi Villawood di Sydney Barat sejak dia dijemput di bawah surat perintah Interpol tiga setengah tahun lalu. Dia mungkin memegang kunci kejahatan yang telah merenggut pemerintahan Najib selama lebih dari satu dekade.
Kepada The Guardian, Sirul mengatakan dia adalah kambing hitam dalam kejahatan politik yang rumit. Jaksa di Malaysia, lanjutnya, telah memilih untuk tidak memanggil saksi tertentu.
Sirul dan seorang pengawal sesama, Azila Hadri, dinyatakan bersalah atas pembunuhan Altantuya Shaariibuu 2006 yang merupakan penerjemah untuk Razak Baginda, salah satu penasihat dekat Najib. Altantuya yang hamil diculik di depan rumah Baginda di Kuala Lumpur dan dibawa ke sebuah hutan di Subang di mana dia ditembak dua kali dengan senjata semi-otomatis.
Tubuhnya juga diledakkan dengan bahan peledak kelas militer untuk membuang bukti DNA dari janin. Dia diduga menuntut pembayaran untuk perannya dalam mengamankan kesepakatan kapal selam Prancis.
Sirul mengatakan dia tidak pernah mengaku melakukan pembunuhan tersebut. "Aku membawanya di tengah jalan, aku menyerahkannya pada Azila," kata Sirul seperti dikutip The Guardian.
Dia menuduh Azila telah membuat alibi dan mengatakan kepada pengadilan bahwa Sirul adalah orang terakhir bersamanya. "Saya bukan orang jahat, tetapi kasus ini membuat saya terlihat buruk," katanya.
Keduanya dihukum pada tahun 2009 sebagai rekan konspirator berdasarkan hukum Malaysia. Sirul mengatakan dia memutuskan untuk mengunjungi Australia saat sedang menunggu untuk naik banding. Dia mengklaim dia tidak melarikan diri dari keadilan.
Rumor telah beredar di Malaysia tentang siapa yang memerintahkan serangan itu. Ditanya apakah dia bisa mengungkapkan siapa yang memberi perintah untuk pembunuhan, Sirul berkata: "Saya tidak akan berkomentar tentang hal itu".
Saat ditanya lagi, apakah dia memiliki informasi yang berharga untuk membuka penyelidikan baru, dia mengatakan "tidak ada komentar".
Kasus ini diyakini menjadi subjek diskusi tingkat tinggi antara pemerintah Australia dan Malaysia. Pekan lalu, Presiden Mongolia mendesak pemerintah Malaysia yang baru untuk membuka kembali kasus tersebut.