Jumat 20 Jul 2018 01:02 WIB

Pengungsi Rohingya Ungkap Kekerasan Berlanjut di Myanmar

PBB mewawancarai pengungsi Rohingya yang baru tiba di Bangladesh.

Red: Nur Aini
Warga muslim rohingya menunggu penyaluran bantuan berupa paket makanan di Kamp Pengungsi Rohingya di Propinsi Sittwe, Myanmar.
Foto: Edwin Dwi Putranto/Republika
Warga muslim rohingya menunggu penyaluran bantuan berupa paket makanan di Kamp Pengungsi Rohingya di Propinsi Sittwe, Myanmar.

REPUBLIKA.CO.ID, RAKHINE -- Pengungsi Rohingya, yang mencapai Bangladesh, menyatakan kekerasan, termasuk penyiksaan, berlanjut terhadap mereka di Myanmar. Penyelidik hak asasi manusia PBB mengatakan lingkungan secara keseluruhan tetap mengancam bagi Rohingya.

Anggota Kelompok Mandiri Pencari Bukti Antarbangsa tentang Myanmar mengakhiri kunjungan lima harinya ke kampung pengungsi Kutupalong di Cox's Bazar. Mereka mewawancarai pendatang baru di antara lebih dari 700 ribu warga Rohingya, yang lari dari negara bagian Rakhine sejak penumpasan oleh tentara pada Agustus.

"Mereka mengacu pada ancaman terang-terangan tentang kekerasan dan pemburuan, diputus dari sumber mata pencaharian mereka dan keseluruhan lingkungan mengancam, yang akhirnya memaksa mereka pergi ke Bangladesh," kata pernyataan penyelidik itu.

Mereka menambahkan bahwa kedatangan pengungsi baru mencerminkan keberlanjutan pelanggaran berat hak asasi manusia di Myanmar. Belum ada tanggapan dari pihak berwenang di Myanmar, yang saat itu adalah hari libur. Sebelumnya, mereka membantah persebaran luas pelanggaran semacam itu.

Perserikatan Bangsa-Bangsa mencapai kesepakatan garis besar dengan Myanmar pada Mei untuk pada akhirnya memungkinkan ratusan ribu warga Rohingya di Bangladesh kembali dengan selamat dan tanpa paksaan. Namun, perjanjian itu yang dilihat Reuters, tidak menawarkan jaminan nyata kewarganegaraan atau kebebasan bergerak di seluruh negeri tersebut.

"Pria muda, yang saya ajak bicara, sangat cemas, menunjukkan tanda pukulan mendalam. Tanpa pendidikan dan penghidupan, saya mengkhawatirkan masa depan mereka," kata penyelidik Radhika Coomaraswamy.

Penyelidik itu akan melaporkan temuan mereka pada 18 September kepada Dewan Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa yang terdiri atas 47 negara anggota, yang meluncurkan penyelidikan tersebut.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement