REPUBLIKA.CO.ID, KUALA LUMPUR -- Pemerintah Malaysia mulai memberlakukan Undang-Undang tentang Mata Uang Digital dan Token Digital, Selasa (15/1). Dengan berlakunya UU tersebut, maka siapa pun yang menawarkan koin awal tanpa izin (ICO) atau pertukaran aset digital terancam hukuman penjara selama 10 tahun dan denda sebesar RM 10 juta atau Rp 34 miliar.
Menteri Keuangan Malaysia Lim Guan Eng di Kuala Lumpur, Senin (14/1), mengemukakan Aturan Pasar Modal dan Layanan (Prescription of Securities) Mata Uang Digital dan Token Digital tahun 2019 secara efektif berlaku pada Selasa (15/1) dan kerangka kerja yang berlaku pada akhir kuartal pertama tahun ini.
Dengan adanya aturan tersebut, mata uang digital dan token digital atau aset digital ditentukan sebagai efek dan akan diatur oleh Komisi Sekuritas (SC). Menurut Lim, instrumen tersebut dan aktivitas terkait lainnya harus terlebih dahulu disetujui oleh SC dan harus mematuhi hukum dan peraturan sekuritas yang relevan.
"Kementerian Keuangan memandang aset digital, serta teknologi 'blockchain' yang mendasarinya memiliki potensi menghasilkan inovasi di industri lama dan baru," katanya.
Secara khusus, dia percaya aset digital memiliki peran untuk dimainkan sebagai alternatif penggalangan dana bagi pengusaha dan bisnis baru, dan kelas aset alternatif bagi investor. Lim mengatakan SC akan memberlakukan persyaratan peraturan untuk penerbitan ICO dan perdagangan aset digital di bursa aset digital di Malaysia.
"Siapa pun yang menawarkan ICO atau mengoperasikan pertukaran aset digital tanpa persetujuan SC dapat dihukum tidak lebih dari 10 tahun dan denda tidak melebihi RM 10 juta," katanya.