Rabu 30 Jan 2019 19:23 WIB

OHCHR: Indonesia Izinkan Komisaris HAM PBB Masuk Papua Barat

Ada petisi kemerdekaan Papua yang diserahkan untuk Bachelet.

Rep: Lintar Satria/ Red: Teguh Firmansyah
Prajurit TNI mengangkat peti jenazah korban penembakan kelompok kriminal bersenjata (KKB) yang tiba di Landasan Udara Hasanuddin, Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan, Jumat (7/12). Sebanyak 16  jenazah korban penembakan KKB di Nduga dipulangkan dan  diserahterimakan kepada pihak keluarga.
Foto: Abriawan Abhe/Antara
Prajurit TNI mengangkat peti jenazah korban penembakan kelompok kriminal bersenjata (KKB) yang tiba di Landasan Udara Hasanuddin, Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan, Jumat (7/12). Sebanyak 16 jenazah korban penembakan KKB di Nduga dipulangkan dan diserahterimakan kepada pihak keluarga.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kantor Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia (OHCHR) mengatakan, Indonesia sudah mengizinkan tim mereka untuk masuk ke Papua Barat. Tim dari OHCHR ini akan melakukan penyelidikan pelanggaran hak asasi manusia di wilayah tersebut.

Kepala OHCHR Michelle Bachelet mengatakan, saat ini ia sedang berkomunikasi dengan pihak berwenang Indonesia dalam isu Papua Barat dan situasi hak asasi manusia yang berlaku di sana. Ia juga sudah mendapat izin akses ke Papua Barat. 

"Pada prinsipnya Indonesia sudah setuju untuk memberi izin OHCHR akses ke Papua dan kami sedang menunggu konfirmasi persiapannya," kata juru bicara OHCHR, Ravina Shamdasandi, seperti dilansir dari the Guardian, Rabu (30/1).

Sejak Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat Organisasi Papua Merdeka (TPNPB-OPM) mengaku bertanggung jawab atas pembunuhan 17 pekerja pembangunan di Nduga, Indonesia melancarkan aktivitas militer di Papua Barat. Kepada media internasional OPM mengaku 17 orang tersebut adalah anggota militer.

Baca juga, Pembantaian Nduga dan Teroris di Tanah Papua.

Shamdasani sebelumnya mengatakan pembunuhan pekerja di Nduga sebagai kekerasan yang tidak dapat diterima. Tapi pemerintah Indonesia juga tidak menjelaskan alasan mengapa konflik tersebut dapat terjadi.

Ketua Gerakan Persatuan Pembebasan untuk Papua Barat (ULMWP) Benny Wenda menyerahkan satu petisi dengan 1,8 juta tanda tangan yang menuntut referendum kemerdekaan kepada Bachelet pada Jumat (25/1) lalu. Benny mengatakan ia harap PBB akan mengirimkan misi pencari fakta ke provinsi itu untuk membuktikan tuduhan pelanggaran hak asasi manusia.

“Hari ini adalah hari bersejarah bagi saya dan rakyat saya, saya menyerahkan apa yang saya sebut tulang-belulang dari rakyat Papua Barat, karena begitu banyak orang yang telah dibunuh,” kata Benny.

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement