Jumat 15 Mar 2019 16:15 WIB

Teroris Masjid Christchurch Balas Dendam untuk Orang Eropa

Awalnya, Selandia Baru bukan pilihan pertama Tarrant untuk melakukan aksinya.

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Ani Nursalikah
Gambar yang diambil dari video terduga pelaku penembakan masjid di Christchurch, Selandia Baru, Jumat (15/3).
Foto: AP
Gambar yang diambil dari video terduga pelaku penembakan masjid di Christchurch, Selandia Baru, Jumat (15/3).

REPUBLIKA.CO.ID, CHRISTCHURCH -- Seorang pria yang mengidentifikasi dirinya sebagai Brenton Tarrant (28 tahun) menerbitkan sebuah manifesto sebanyak 73 halaman di akun Twitter-nya. Tarrant merekam dirinya sebelum melakukan penembakan di Masjid Al Noor, Christchurch dan Masjid Linwood.

Dilaporkan The Australian, Jumat (15/3), Tarrant mengaku sebagai orang kulit putih yang berasal dari keluarga biasa dan berpenghasilan rendah. Tarrant diketahui berasal dari Grafton, Australia.

Motifnya melakukan penembakan tersebut untuk mengurangi tingkat imigrasi ke tanah-tanah Eropa. Tak hanya itu dia juga ingin membalas dendam terhadap serangan teror yang melanda Eropa beberapa waktu lalu.

Ia juga ingin membalas dendam atas kematian Ebba Akerlund, yang menjadi korban serangan teror di Stockholm. Selain itu, dia ingin membalas dendam atas perbudakan jutaan orang Eropa yang dilakukan para imigran Islam.

"Untuk membalas dendam atas perbudakan jutaan orang Eropa yang diambil oleh para budak Islam. Untuk membalas dendam atas ribuan nyawa orang Eropa yang hilang akibat serangan teror," ujar Tarrant.

Dilansir dari Science Direct, sejarah penemuan Selandia Baru bermula dari 700 tahun. Selandia Baru ditemukan dan didiami oleh bangsa Polinesia. Bangsa asli Selandia baru diidentifikasi sebagai Aborigin.

Tarrant mengaku melewati masa kanak-kanak dengan normal. Dia tidak melanjutkan pendidikannya hingga perguruan tinggi, dan memilih berinvestasi di Bitconnect.

Uang hasil investasinya dipakai untuk bepergian keliling Eropa. Tarrant mempertimbangkan serangan tersebut sejak 2017 ketika sedang bepergian ke Eropa. Dia mengatakan, saat itu dirinya sedang duduk di dalam mobil sewaannya di sebuah pusat perbelanjaan Prancis.

Dia melihat para imigran non-Eropa dengan jumlah cukup banyak di pusat perbelanjaan itu. Dia menyebut imigran tersebut sebagai penjajah.

"Ada dua kali lipat jumlah penjajah masuk melalui pintu depan pusat perbelanjaan. Saya merasa sudah cukup muak dan marah, kemudian saya pergi ke luar kota dan melanjutkan perjalanan ke kota berikutnya," kata Tarrant.

Sebelumnya, Tarrant berencana menyasar masjid di Dunedin. Namun dia berubah pikiran setelah mengunjungi masjid-masjid di Christchurch dan Linwood sekitar tiga bulan lalu.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement