Kamis 04 Apr 2019 03:15 WIB

Kesatria Siber Pakistan Lawan India Lewat Facebook, Twitter

Pegiat medsos Pakistan pimpin perang internet melawan India di Facebook, Twitter.

Perang internet di Facebook dan Twitter. (Ilustrasi)
Foto: Reuters/Dado Ruvic
Perang internet di Facebook dan Twitter. (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, ISLAMABAD -- Hanzala Tayyab, pegiat media sosial dari Pakistan, memimpin perang internet yang melibatkan sekitar 300 kesatria siber ultra-nasionalis melawan India sebagai musuh bebuyutan. Ia dalam pertempuran yang semakin melibatkan raksasa teknologi global, seperti Twitter dan Facebook.

Baca Juga

Tayyab, 24 tahun, menghabiskan hari-harinya di Facebook dan ruang percakapan WhatsApp mengatur para anggota kelompok Pakistan Cyber Force untuk mempromosikan konten anti-India dan membuatnya viral. Dia juga bergerak di Twitter. Cicitannya disimak oleh lebih dari 50 ribu pengikutnya.

Konten yang diunggah Tayyap berisi beragam hal, mulai dari tuduhan pelanggaran hak asasi manusia di India hingga pemberontak bertempur melawan pasukan keamanan India di Kashmir, kawasan di Himalaya yang menjadi fokus ketegangan bersejarah antara Pakistan dan India.

Pekerjaan Tayyab jadi lebih sukar pada Senin ketika akun Facebook Pakistan Cyber Force dilumpuhkan, salah satu dari 103 akun di Pakistan. Raksasa media sosial itu mengatakan telah menghapus sejumlah akun dikarenakan "perilaku yang tidak autentik" dan pengiriman spam. Sejumlah akun nasionalis India juga sudah ditangguhkan beberapa pekan belakangan.

Dengan menyebut dirinya sebagai petempur dalam jaringan yang membela Pakistan dari usaha-usaha India membuat negaranya tidak stabil, Tayyab berencana terus melanjutkan perannya dalam perang informasi lebih luas yang dilakukan kedua negara pemilik senjata nuklir itu.

"Kami melawan narasi India melalui media sosial, kami melawan musuh-musuh Pakistan," kata Tayyab kepada Reuters di Islamabad.

Dengan jumlah penduduk gabungan sebanyak 1,5 miliar, India dan Pakistan merupakan pasar pertumbuhan yang panas bagi Facebook dan Twitter, kata para pengamat.

sumber : Antara, Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement