Jumat 12 Apr 2019 05:15 WIB

Kamboja Laporkan Uni Eropa ke Pengadilan Soal Impor Beras

Lonjakan impor murah telah mengurangi pangsa pasar produsen.

Rep: Adinda Pryanka/ Red: Muhammad Hafil
Ilustrasi gudang beras Bulog
Ilustrasi gudang beras Bulog

REPUBLIKA.CO.ID, BRUSSEL – Kamboja telah mengajukan tuntutan kepada Pengadilan Eropa terhadap keputusan Uni Eropa (UE) untuk mengenakan bea impor atas beras Kamboja. Dilansir dari Reuters, Kamis (11/4), UE memberlakukan tarif selama tiga tahun pada Januari kemarin terhadap beras Kamboja dan Myanmar demi mengurangi nilai impor sekaligus melindungi produsen UE seperti Italia.

Bagaimanapun, Federasi Beras Kamboja mengatakan, keputusan UE tidak memiliki keterkaitan erat dengan perlindungan terhadap negara produsen dan justru menciptakan perilaku tidak adil. Selain itu,  keputusan UE diambil berdasarkan generalisasi luas serta menggunakan data yang cacat.

Baca Juga

Mayoritas negara UE telah mendukung langkah-langkah pengenaan tarif impor. Meskipun, tidak mencukupi kriteria ‘mayoritas yang memenuhi syarat’ dari negara-negara anggota yang biasanya diperlukan UE dalam mengambil keputusan. Tapi, Komisi UE mengambil keputusan untuk terus maju.

Dalam lima tahun terakhir, Komisi UE menjelaskan, harga beras yang diimpor dari Kamboja dan Myanmar jauh lebih rendah daripada harga pasar UE. Komisi juga menemukan, impor beras dari kedua negara telah meningkat sebesar 89 persen dalam lima musim tanam padi terakhir.

Hal tersebut berdampak pada penurunan permintaan terhadap produk dari produsen beras UE seperti Italia. Tercatat, lonjakan impor murah telah mengurangi pangsa pasar produsen UE di Eropa menjadi 29 persen dari 61 persen. Demi melindungi kepentingan para produsen beras setempat, UE terpaksa mengambil keputusan pemberlakuan tarif atas impor beras dari kedua negara.

Selama ini, Kamboja dan Myanmar diketahui mendapatkan manfaat dari skema perdagangan ‘Everything but Arms’ yang diberlakukan UE. Skema ini memungkinkan negara kurang berkembang di dunia untuk mengekspor sebagian besar barang ke UE tanpa bea masuk.

Kini, keduanya telah kehilangan akses khusus mereka ke UE yang dikenal sebagai blok perdagangan terbesar dunia. Menurut maklumat Komisi Uni Eropa, pihaknya akan mengenakan tarif berbeda selama tiga tahun masa berlaku. Pada tahun pertama, tarif yang dikenakan sebesar 175 euro per ton, 150 euro per ton pada tahun kedua, dan 125 euro per ton pada tahun ketiga.

Kementerian Perdagangan Kamboja menilai, keputusan UE ini tidak adil dan melanggar aturan perdagangan internasional. "(Ini) senjata untuk membunuh petani Kamboja," ujar mereka dalam pernyataan resminya.

Dilansir di Asean Today, Rabu (10/4), Perdana Menteri Kamboja Hun Sen mengumumkan, pihaknya akan melakukan serangkaian reformasi ekonomi untuk memperkuat ekonomi pasca kebijakann UE. Di antaranya dengan memaksialkan perdagangan dengan Cina. Langkah ini mungkin akan mengimbangi tarif yang diberlakukan oleh UE.

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement