Rabu 15 May 2019 14:16 WIB

PBB Desak Myanmar Buka Akses Bantuan untuk Rakhine

Myanmar menolak bantuan ke pengungsi di Rakhine sejak konflik meletus.

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Nur Aini
Sejumlah anak Rohingya bermain di Kamp Pengungsi Rohingya di Propinsi Sittwe, Myanmar.
Foto: Edwin Dwi Putranto/Republika
Sejumlah anak Rohingya bermain di Kamp Pengungsi Rohingya di Propinsi Sittwe, Myanmar.

REPUBLIKA.CO.ID, YANGON -- Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mendesak Myanmar agar memberikan akses untuk menyalurkan bantuan kemanusiaan ke negara bagian Rakhine. Asisten Sekretaris Jenderal PBB untuk Urusan Kemanusiaan, Ursula Mueller mengatakan, pihak berwenang telah menolak permintaannya untuk memberikan bantuan kepada pengungsi sejak konflik terjadi di Rakhine.

"Kami membutuhkan akses yang berkelanjutan untuk menjangkau orang-orang yang membutuhkan," kata Mueller, Rabu (15/5).

Baca Juga

"Jika bantuan, termasuk klinik keliling, tidak dapat menjangkau mereka, maka mereka tidak dapat megakses layanan kesehatan dan kebutuhan lainnya, bahkan beberapa orang dalam keadaan sekarat," ujar Mueller menambahkan. 

Selama kunjungannya, Mueller bertemu dengan pejabat senior di Naypyitaw, termasuk penasihat negara Aung San Suu Kyi. Dalam pertemuan tersebut, Suu Kyi mengatakan, pihaknya berupaya untuk melakukan pembangunan dan kohesi sosial di Rakhine.

"Saya mengatakan bahwa kebutuhan kemanusiaan perlu segera dipenuhi," kata Mueller.

Mueller juga mengunjungi kamp-kamp di luar Sittwe, di mana ribuan etnis Rohingya dikurung sejak serangan kekerasan pada 2012. Sebagian besar dari mereka tidak memiliki kewarganegaraan, dan tidak dapat menjangkau akses terhadap kebutuhan dasar mereka. 

Myanmar bekerja sama dengan PBB dalam untuk menutup kamp-kamp dan membangun rumah-rumah baru yang lebih permanen. Pembangunan rumah permanen ini untuk mencegah orang-orang Rohingya kembali ke daerah-daerah asal mereka.

"Tidak cukup untuk mendirikan bangunan di situs yang sama sementara penyebab yang mendasarinya tidak diatasi. Mereka tidak memiliki kebebasan bergerak. Mereka kehilangan harapan setelah tujuh tahun di kamp ini," ujar Mueller. 

Rakhine telah menjadi sorotan global sejak 2017, setelah sekitar 730 ribu Muslim Rohingya melarikan diri dari penumpasan militer. Penyelidik PBB menyerukan agar perwira militer senior Myanmar dituntut atas tuduhan pembunuhan massal, pemerkosaan dan pembakaran. Sementara, militer Myanmar membantah telah melakukan pelanggaran tersebut. 

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement