REPUBLIKA.CO.ID, BRUSSELS -- Presiden Dewan Eropa Donald Tusk menolak menegosiasikan kembali kesepakatan hengkangnya Inggris dari Uni Eropa (Brexit). Menurutnya, kesepakatan yang telah tercapai sebelumnya tidak dapat ditawar kembali.
"Perjanjian Penarikan (The Withdrawal Agreement) adalah dan tetap merupakan cara terbaik serta satu-satunya untuk memastikan penarikan Inggris secara tertib dari Uni Eropa," kata Tusk pada Selasa (29/1).
Pernyataan Tusk muncul setelah parlemen Inggris melakukan pemungutan suara untuk mengubah kesepakatan Brexit dengan Uni Eropa. Adapun poin yang hendak direvisi adalah perihal pengaturan "backstop" Irlandia.
Backstop ditujukan untuk menjaga agar perbatasan Irlandia yang merupakan anggota Uni Eropa dan Irlandia Utara sebagai wilayah persemakmuran Inggris tetap terbuka. Hal itu dikritik dan ditentang oleh sebagian besar anggota parlemen Inggris, termasuk dari partai Perdana Menteri Theresa May, yakni Partai Konservatif.
Menurut Tusk, kesepakatan backstop telah menjadi bagian dari Perjanjian Penarikan yang telah disepakati Uni Eropa dan May. "Backstop adalah bagian dari Perjanjian Penarikan dan Perjanjian Penarikan tidak terbuka untuk negosiasi ulang," ujarnya.
Kendati demikian, Tusk mendukung keinginan parlemen Inggris agar proses Brexit tidak berakhir tanpa kesepakatan atau no deal. "Kami menyambut dan berbagi ambisi (dengan) parlemen Inggris untuk menghindari skenario no deal," ucap Tusk.
Guna menghindari hal tersebut, dia menilai Pemerintah Inggris harus segera memikirkan langkah berikutnya perihal Brexit. "Kami mendesak Pemerintah Inggris mengklarifikasi niatnya sehubungan dengan langkah selanjutnya sesegera mungkin," katanya.
Jika niat Inggris untuk kemitraan masa depan adalah berkembang, Uni Eropa, ucap Tusk, siap mempertimbangkan kembali tawarannya dan menyesuaikan konten serta deklarasi politik. "Bila ada permintaan alasan Inggris untuk perpanjangan, 27 anggota Uni Eropa siap mempertimbangkan dan memutuskan dengan suara bulat," ujar Tusk.
Kesepakatan Brexit yang dicapai May dan Uni Eropa telah ditolak parlemen Inggris. Hal itu memaksa May memikirkan cara untuk merumuskan ulang kesepakatannya.
Dengan situasi terkini, May dalam posisi terjepit. Sebab, di satu sisi parlemen Inggris telah menolak kesepakatan yang telah dicapainya dan di sisi lain Uni Eropa enggan melakukan negosiasi ulang.