Sabtu 03 Jun 2017 06:55 WIB

Lima Negara Dipilih Sebagai Anggota Baru Dewan Keamanan PBB

Dewan Keamanan PBB
Foto: ENCYCLOPEDIA BRITANNICA BLOG
Dewan Keamanan PBB

REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Majelis Umum Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) beranggotakan 193 negara pada Jumat (2/6), memilih Pantai Gading, Guinea Ekuatorial, Kuwait, Peru dan Polandia sebagai anggota baru Dewan Keamanan PBB untuk periode dua tahun, mulai 1 Januari 2018. 

Sementara itu, Belanda terpilih untuk menjadi anggota Dewan Keamanan selama satu tahun setelah tahun lalu mencapai kesepakatan dengan Italia untuk berbagi masa keanggotaan dua tahun. 

Pemungutan suara terkait kedua negara itu tahun lalu mengalami kebuntuan sehingga mereka setuju untuk menetapkan Italia menjadi anggota tahun 2017 dan kemudian digantikan Belanda untuk menduduki kursi tersebut pada 2018.

Walaupun semua negara yang mencalonkan diri tidak ada yang menentang, masing-masing masih membutuhkan lebih dari dua pertiga suara keseluruhan untuk mendapatkan kursi keanggotaan di Dewan Keamanan. Pantai Gading mendapatkan 189 suara, Guinea Ekuatorial 185, Kuwait 188, Peru 186, Polandia 190 dan Belanda 184 suara. 

Dewan Keamanan PBB terdiri dari total 15 negara, yaitu 10 anggota tidak tetap (setiap tahun dipilih lima negara) dan lima anggota tetap. Kelima negara anggota tetap Dewan --yang memiliki hak veto (menolak) adalah Amerika Serikat, Inggris, Prancis, Cina dan Rusia. 

Dewan Keamanan adalah satu-satunya badan PBB yang dapat membuat keputusan mengikat dan memiliki kekuasaan untuk menjatuhkan sanksi serta memerintahkan pengerahan kekuatan. Untuk memastikan keterwakilan kawasan di Dewan Keamanan, lima dari 10 kursi keanggotaan tidak tetap dibagikan untuk negara-negara Asia dan Afrika, satu untuk Eropa Timur, dua untuk Amerika Latin dan Karibia serta dua untuk Eropa Barat dan negara-negara lainnya. 

Kelompok-kelompok kawasan biasanya menyepakati calon yang akan dimajukan dan jarang ada kompetisi untuk mendapatkan kursi. Namun, kalangan pegiat hak asasi manusia mengatakan mekanisme itu merupakan "masalah serius". 

"Negara-negara anggota harus bisa memilih apakah mereka mempercayai negara seperti Guinea Ekuatorial untuk menjaga perdamaian dan keamanan internasional," ujar Direktur Human Rights Watch PBB, Louis Charbonneau. 

"Guinea Ekuatorial adalah negara yang telah melecehkan para pembela hak-hak asasi manusia dan kelompok-kelompok sipil, kerap dengan melakukan penahanan secara sewenang-wenang," katanya menambahkan. 

Pemerintah Guinea Ekuatorial telah membantah tuduhan-tuduhan menyangkut korupsi dan pelanggaran hak-hak asasi manusia.

sumber : Antara/Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement