Senin 18 Sep 2017 03:12 WIB

Ini Kesaksian Orang Rohingya yang Tersisa di Myanmar

Rep: Hasanul Rizqa/ Red: Endro Yuwanto
Seorang wanita Muslim Rohingya Hanida Begum, yang menyeberang dari Myanmar ke Bangladesh, mencium anak bayinya Abdul Masood yang meninggal saat kapal yang mereka tumpangi terbalik sebelum mencapai pantai Teluk Benggala, di Shah Porir Dwip, Bangladesh, Kamis  (14/9).
Foto: AP/ Dar Yasin
Seorang wanita Muslim Rohingya Hanida Begum, yang menyeberang dari Myanmar ke Bangladesh, mencium anak bayinya Abdul Masood yang meninggal saat kapal yang mereka tumpangi terbalik sebelum mencapai pantai Teluk Benggala, di Shah Porir Dwip, Bangladesh, Kamis (14/9).

REPUBLIKA.CO.ID,  SITTWE -- Ribuan Muslim Rohingya merasa terjebak dalam situasi yang mengancam jiwa di Rakhine utara. Reuters menurunkan laporan yang mewawancarai sejumlah orang Muslim setempat, Ahad (17/9).

Laporan itu menyebutkan, banyak orang Rohingya meminta bantuan perlindungan kepada otoritas setempat. Sebab, sudah dua desa di Rakhine utara yang dikepung kelompok ekstremis Buddha. Persediaan makanan untuk orang-orang Rohingya itu kian menipis.

"Kami sungguh-sungguh ketakutan. Kami kelaparan dan tidak lama lagi, mereka mengancam, akan membakar rumah-rumah kami," kata Maung Maung, seorang Rohingya yang bekerja di Desa Ah Nauk Pyin, Rakhine, kepada Reuters, Ahad (17/9).

Narasumber lain menggambarkan horor yang lebih parah. Kepada Reuters, orang Rohingya ini enggan mengungkapkan identitas diri dengan alasan keamanan. Dia mengungkapkan, sejumlah kelompok Buddha Rakhine menyerbu Desa Ah Nauk Pyin dan berteriak-teriak: "Pergilah, kalian! Kalau tidak, kami akan membunuh kalian semua!"

Sejak kerusuhan pecah pada 25 Agustus 2017 lalu, etnis Rohingya mengalami krisis kemanusiaan yang gawat. Tidak kurang dari 430 ribu orang Rohingya melarikan diri ke negeri tetangga, Bangladesh.

Militer Myanmar terus menggencarkan penyerbuan dengan dalih mengejar kelompok teroris Muslim di antara etnis Rohingya. Sejauh ini, PBB sudah menegaskan adanya genosida yang dialami etnis Rohingya.

Secara demografis, negara-bagian Rakhine dihuni sekitar satu juta orang Rohingya. Mereka adalah kaum Muslim yang menjadi minoritas di Myanmar. Otoritas Myanmar pun tidak mengakui mereka sebagai warga negara dan justru menuding mereka sebagai imigran ilegal asal Bangladesh.

Terpisah, Tin Maung Swe, sekretaris pemerintah negara-bagian Rakhine, mengklaim tidak tahu-menahu soal kekhawatiran orang-orang Rohingya. Dia mengaku belum menerima informasi tentang etnis tersebut yang meminta perlindungan diri kepada otoritas setempat. "Tak ada yang perlu dikhawatirkan. Rathedaung selatan masih aman," kata Swe.

Ada setidaknya lima desa berpenduduk sekitar delapan ribu orang Rohingya di Rathedaung. Namun, kelima desa ini dikelilingi wilayah berpenduduk Buddha. Kepada Reuters, Maung Maung mengungkapkan telah lebih dari 30 kali menghubungi kepolisian untuk meminta perlindungan. Sebab, ancaman sudah semakin jelas. Maung memutar rekaman suara orang-orang yang mengancam akan membakar desanya.

Bagaimanapun, otoritas Rakhine sudah mengadakan dialog untuk mendengarkan keluhan orang-orang Rohingya. Maung menghadiri acara tersebut bersama dengan dua orang Rohingya lainnya. Namun, pihak pemerintah negara-bagian Rakhine justru memberikan ultimatum.

"Mereka bilang, mereka tak mau orang Islam di wilayah ini (Rakhine). Dan kami harus segera hengkang dari sini," kata seorang Rohingya yang warga desa Ah Nauk Pyin. Dia meminta kepada Reuters agar tak menyebutkan identitasnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement