Selasa 19 Dec 2017 15:15 WIB

Indonesia tidak Mungkin Pindah Konsul ke Yerusalem

Wamenlu Abdurrahman Mohammad Fachir (kedua kiri).
Foto: Antara/Sigid Kurniawan
Wamenlu Abdurrahman Mohammad Fachir (kedua kiri).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Menteri Luar Negeri RI AM Fachir menyampaikan pemerintah Indonesia belum berencana memindahkan Konsul Kehormatan dari Ramallah, Palestina ke kawasan Yerusalem Timur sebagaimana yang akan dilakukan Turki. "Kita agak berbeda dengan Turki karena kita tidak punya hubungan diplomatik dengan Israel. Jadi bagaimana kita mau memiliki di sana, tidak mungkin. Tepi Barat kan masih di bawah pendudukan dan administrasi Israel," tutur Fachir saat ditemui di Jakarta, Selasa (19/12).

Karenanya untuk sementara hingga saat ini Konsul Kehormatan RI masih akan berada di Ramallah, mengingat kota tersebut masih menjadi kota pemerintahan resmi Palestina. "Karena statusnya harus dinegosiasikan, kita juga harus bertindak sesuai dengan Dewan Keamanan PBB. Di saat yang sama ada imbauan seperti itu (memindah perwakilan), tapi bagi kita itu agak susah karena kita berbeda dengan negara-negara yang sudah punya hubungan diplomatik dengan Israel," ucapnya.

Menyikapi pernyataan Presiden Amerika Serikat Donald Trump yang mengakui Kota Yerusalem sebagai ibu kota Israel dan akan memindahkan kedutaan besarnya dari Tel Aviv ke kota tersebut, Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan juga akan melakukan tindakan balasan. Pada Ahad (17/12), Presiden Erdogan kembali menegaskan keinginan Turki membuka kedutaan besar di Yerusalem Timur, yang diakui sebagai Ibu Kota Palestina oleh para pemimpin Islam melalui KTT Organisasi Kerja Sama Islam (OKI).

"Kami sudah mengumumkan Yerusalem Timur sebagai Ibu Kota Negara Palestina, tapi kami belum bisa membuka kedutaan besar kami di sana sebab Yerusalem saat ini berada di bawah pendudukan," kata Erdogan.

Sehubungan dengan hal ini, pendiri Foreign Policy Community of Indonesia (FPCI) Dino Patti Djalal menilai negara-negara di seluruh dunia memiliki utang kepada Palestina untuk membantu mencapai kemerdekaan penuh atas penjajahan yang dilakukan Israel. "Pada 1945 hanya ada sekitar 50 negara merdeka di dunia, tapi sekarang sudah 193 atau hampir empat kali lipatnya. Tapi hanya satu yang belum merdeka, siapa? Palestina," tutur Dino dalam sebuah kegiatan diskusi politik internasional di Jakarta, Jumat (15/12). Menurut mantan duta besar Indonesia untuk Amerika Serikat itu, status Palestina yang menjadi satu-satunya negara yang belum merdeka, harus menjadi tanggung jawab bersama kalangan internasional untuk membantu negara tersebut memperoleh kemerdekaan.

AS Gagalkan Resolusi Yerusalem, Ini Langkah Indonesia

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement