Rabu 26 Dec 2018 16:46 WIB

Mahmoud Abbas: Palestina Bukan Musuh Amerika Serikat

Abbas meminta Donald Trump mematuhi hukum internasional.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Nur Aini
Presiden Palestina Mahmoud Abbas
Foto: AP Photo/Richard Drew
Presiden Palestina Mahmoud Abbas

REPUBLIKA.CO.ID, RAMALLAH -- Presiden Palestina Mahmoud Abbas meminta Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump mematuhi hukum internasional. Pernyataan Abbas berkaitan dengan peran yang pernah diemban AS sebagai mediator konflik Israel dan Palestina.

"Tahun lalu, Trump telah melakukan inisiatif dalam pelanggaran total hukum internasional ketika mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel dan memindahkan kedutaannya ke Yerusalem," kata Abbas, dikutip laman Asharq Al-Awsat, Rabu (26/12).

Ia pun menggarisbawahi keputusan Trump menghentikan pendanaannya kepada Badan PBB untuk Pengungsi Palestina (UNRWA) dan dukungannya terhadap pembangunan permukiman ilegal Israel. "Kami mengatakan kepadanya bahwa kami tidak dapat menerima ini. Kami ingin Trump membatalkan hal ini dan menerapkan hukum internasional," ujar Abbas.

Kendati demikian, Abbas mengatakan Palestina menginginkan hubungan baik dengan AS. "Kami bukan musuh siapa pun dan kami bukan musuh Amerika," ucapnya.

Namun AS harus memperlakukan Palestina secara adil. "Kami tidak meminta lebih dari itu," kata Abbas.

Abbas memang tak menghendaki AS kembali menjadi mediator dalam perundingan damai Israel-Palestina. Sebab menurutnya AS bias dan jelas membela kepentingan politik Israel.

Abbas menginginkan proses perdamaian Israel dan Palestina tidak hanya dinaungi AS, tapi juga PBB, Uni Eropa, Liga Arab, dan Rusia. Abbas meyakini hanya dengan keterlibatan pihak-pihak tersebut solusi damai yang adil untuk Palestina dan Israel dapat tercapai.

Kendati demikian, AS diketahui sedang menyiapkan kerangka perdamaian baru untuk Palestina dan Israel, dikenal dengan istilah "Deal of the Century". AS dilaporkan akan memperkenalkannya pada awal 2019.

Namun Palestina telah menyangsikan kerangka tersebut. Sebab, AS disebut tak lagi mencantumkan masalah Yerusalem dan status pengungsi Palestina di dalamnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement