REPUBLIKA.CO.ID, YERUSALEM -- Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menyebut, Israel bukan negara untuk semua warganya, melainkan hanya untuk orang-orang yahudi. Hal ini dilontarkan sebagai upaya memenangkan dukungan ekstremis anti-Arab menjelang pemilihan umum.
"Israel bukan negara untuk semua warganya, menurut hukum kewarganegaraan dasar, Israel adalah negara orang-orang yahudi," ujar Netanyahu dilansir di The Independent, Senin (11/3).
Netanyahu tidak mempermasalahkan warga Arab Israel yang tinggal di negara tersebut. Mereka memiliki hak yang sama. Orang Arab yang tinggal di Israel sebanyak 1,6 juta atau hampir seperlima dari total populasi.
Pernyataan Netanyahu ini dinilai sebagai upaya menunjukkan sikap nasionalis dan ekstremis sayap kanan. Jajak pendapat menunjukkan, Netanyahu berada dalam posisi yang cukup berbahaya oleh koalisi sayap tengah. Apalagi, Netanyahu sedang menghadapi dakwaan korupsi dan secara konsisten mempertajam kampanye bahwa penantangnya, Benny Gantz akan membangun koalisi yang berkuasa dengan bantuan partai-partai parlemen Arab di Israel.
Direktur Anti-Defamation League's Israel, Carol Nuriel mengkritik pernyataan Netanyahu. Menurutnya, retorika anti-Arab akan meresahkan jika terus menerus berlanjut. Selain itu, retorika tersebut juga dapat merusak demokrasi Israel yang dinamis.
"Representasi orang Arab Israel di Knesset secara historis menjadi sumber kebanggaan bagi Israel, hal ini menyoroti karakter demokratisnya," kata Nuriel.
Sebelumnya, Jaksa Agung Israel akan menuntut Netanyahu atas dakwaan korupsi, enam pekan sebelum pemilu Israel. Ini pertama kalinya perdana menteri Israel yang menjabat masuk dalam daftar gugatan hukum dan membuat Netanyahu, pemimpin partai sayap kanan, semakin tersudut bersaing dengan koalisi sayap tengah.
Menurut laporan Reuters, 1 Maret 2019, Kementerian Kehakiman Israel mengatakan dakwaan yang dilayangkan terkait pasal suap, penipuan dan penyalahgunaan kekuasaan, namun proses ini bisa memakan waktu berbulan-bulan. Persidangan perdana kemungkin digelar setelah pemilihan 9 April, dan memberikan Netanyahu untuk membujuk Jaksa Agung Avichai Mandelblit, untuk tidak menuntutnya.
Netanyahu diduga secara ilegal menerima hadiah senilai 264 ribu dolar AS, yang menurut jaksa penuntut termasuk cerutu dan sampanye, dari para pengusaha. Dia juga diduga berkolusi dengan pemimpin telekomunikasi agar media Israel memberitakan laporan yang positif terhadapnya untuk pencitraan. Netanyahu terancam 10 tahun penjara jika terbukti melakukan suap, dan hukuman maksimum tiga tahun untuk penipuan dan penyalahgunaan wewenang.