Selasa 06 Aug 2013 14:41 WIB

Ini Upaya Baru Negara-Negara Barat di Mesir Pascakudeta

Kaum perempuan Mesir meneriakkan yel-yel saat bergabung dengan aksi unjuk rasa menolak kudeta dan mendukung Presiden Mursi di luar Masjid Rabiah Al Adawiyah, Nasr City, Kairo, Rabu (31/7).   (AP / Khalil Hamra)
Kaum perempuan Mesir meneriakkan yel-yel saat bergabung dengan aksi unjuk rasa menolak kudeta dan mendukung Presiden Mursi di luar Masjid Rabiah Al Adawiyah, Nasr City, Kairo, Rabu (31/7). (AP / Khalil Hamra)

REPUBLIKA.CO.ID, KAIRO -- Sebuah usaha baru diplomatik sedang dilakukan di Mesir untuk menengahi suatu penyelesaian damai krisis yang dipicu kudeta militer terhadap presiden Muhammad Mursi.

Utusan Uni Eropa untuk Timur Tengah Bernardino Leon dan Wakil Menteri Luar Negeri Amerika Serikat William Burns memperpanjang kunjungan mereka ke Kairo untuk melakukan serangkaian perundingan dengan para pendukung Moursi dan para anggota pemerintah sementara dukungan militer yang menggantikannya.

Leon bertemu dengan Perdana Menteri Hazem al-Beblawi Senin setelah sehari sebelumnya berembuk dengan orang nomor dua gerakan Ikhwanul Muslimin, Khairat al-Shater di penjara.

Seorang juru bicara Departemen Luar Negeri AS di Washington mengatakan Burns telah menemui Shater, Ahad, didampingi para menlu dari sekutu-sekutu AS di kawasan itu Qatar dan Uni Emirat Arab.

Juru bicara itu, Marie Harf mengatakan kunjungan itu bertujuan untuk "mencegah aksi kekerasan lebih jauh, meredakan ketegangan dan membantu satu dialog yang diikuti semua kelompok di kalangan warga Mesir dan membantu transisi kepada satu pemerintah sipil terpilih secara demokratis".

Akan tetapi, wakil Mursi memberikan kepada delegasi satu tanggapan yang tidak acuh, kata juru bicara Ikhawanul Muslimin Gehad al-Haddad.

Shater menolak membicarakan situasi itu dengan para utusan tersebut, dengan mengatakan hanya mengatakan sikap Ikhwanul Muslimin untuk membela keabsahan Moursi "tidak berubah".

Mesir dilanda aksi kekerasan politik yang kadang-kadang berdarah setelah militer menggulingkan Moursi, yang adalah presiden terpilih pertama secara demokratis, pada pemilu 3 Juli.

Para pendukung Moursi menganggap penggulingannya sebagai satu pelanggaran terhadap demokrasi dan menekankan jabatannya segera dipulihkan kembali.

Akan tetapi para pemimpin sementara , mengatakan tidak akan mundur dengan peta jalan yang dirancang militer yang diumumkan setelah pemecatan Moursi,yang menetapkan pemilu baru diselenggarakan tahun 2014.

Pihak berwenang berjanji kepada para pengunjuk mereka dapat membubarkan diri tenang dan mengatakan penghentian unjuk rasa akan memungkinkan Ikwanul Muslimin kembali pada kehidupan politik.

Tetapi para pendukung pemerintah yang digulingkan itu tetap menolak tekanan para pejabat, ratusan orang bergerak menuju Pengadlan Tinggi di Kairo, menuntut pembebasan Moursi dan pemulihan kembali jabatannya.

Lebih dari 250 orang tewas sejak penggulingan Moursi.

Moursi sendiri secara resmi ditahan atas tuduhan melakukan pelanggaran ketika ia melarikan diri dari penjara dalam pemberontakan tahun 2011 yang menggulingkan mantan presiden Husni Mubarak.

Juru bicara Departemen Luar Negeri AS Harf mengatakan "sampai sekarang", Burns tidak punya rencana bertemu Moursi.

Dalam usaha baru untuk mencari satu solusi krisis itu, dua senator AS John McCain dan Lindsay Graham diperkirakan akan memulai diplomasi di Kairo Selasa.

Dalam beberapa hari belakagan ini,ketua kebijaan luar negeri Uni Eropa Catherine Ashton,para diploma Arab dan satu delegasi Afrika dan Menlu Jeeman Guido Weterwelle semuanya mengunjungi Kairo dalam usaha menyelesaikan krisis itu.

Kedua pihak yang bermusuhan juga melakukan perundingan langsung, dengan Panglima Militer Abdel Fattah al-Sisi bertemu dengan para pemimpin Islam Ahad.

Di antara mereka yang hadir dalam pertemuan itu adalah para ulama Salafi yang berpengaruh Sheikh Hassan dan Mohammd Abdel Salam, yang baru beberapa hari menyampaikan pidato kepada para pendukung Mursi dalam satu unjuk rasa.

"Para pemimpin Islam yang bertemu dengan Sisi kendatipun bukan anggota Ikhwanul Muslimin, tetapi mendukung mereka dalam unjuk rasa di Rabaa al-Adawiya.

Tetapi Yasser Ali, juru bicara pengunjukrasa proMoursi mengatakan para ulama yang bertemu Sisi "tanpa mendapat mandat".

Sisi, yang bertemu dengan Burns dalam kunjungan itu, mendesak Washington menggunakan "pengaruhnya" dengan Ikhwanul Muslimin untuk menghentikan aksi protes-protes itu.

Ia menegaskan bahwa polisi,bukan militer, akan ditugaskan untuk membubarkan unjuk rasa itu.

Menlu Nabi Fahmy menekankan bahwa pihak berwenang "tidak ingin menggunakan kekerasan jika ada jalan lain yang tidak menghabiskan tenaga".

Tetapi aksi kekerasan masih berlanjut Senin, dengan seorang tentara ditembak mati dan dua cedera dalam dua serangan terpisah di Semenanjung Sinai. Para pria bersenjata menembak satu pos pemeriksaan dekat gedung militer di utara kota El-Arish di Sinai, menewaskan seorang tentara, kata para pejabat keamanan.

Dua tentara lainnya cedera ketika pria-pria bersenjata menyerang satu pos pemeriksaan dekat satu bank.

Keamanan di Sinai memburuk sejak Mursi digulingkan, dan dengan tewasnya korban terbaru itu maka jumlah korban pasukan keamanan yang tewas di daerah itu menjadi 32 orang.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement