Jumat 29 Mar 2019 13:04 WIB

Dari Yordania, Intan Pulang ke Palu Lumpuh

Kasus Intan masih diselidiki polisi Yordania.

Rep: Ilham Tirta/ Red: Ani Nursalikah
Tenaga kerja Indonesia asal Palu di Yordania, Intan Binti Astar (duduk di kursi roda) saat berada di KBRI di Amman, Yordania, Kamis (28/3).
Foto: Republika/Ilham Tirta
Tenaga kerja Indonesia asal Palu di Yordania, Intan Binti Astar (duduk di kursi roda) saat berada di KBRI di Amman, Yordania, Kamis (28/3).

REPUBLIKA.CO.ID, AMMAN -- Keramaian terdengar dari lantai dasar Gedung Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Amman, Yordania, Kamis (28/3). Masuk dari pintu terakhir basement, tampak tempat tidur susun dua yang berderet rapi di sisi kanan ruangan. Ada delapan tempat tidur dengan kapasitas 16 orang.

Masuk lebih dalam, ranjang susun dengan jumlah yang sama berderet membelakangi pintu. Meski begitu, tidak ada tanda-tanda kesemerawutan di ruangan itu, semua telah rapi.

Di ruangan itulah sumber keramaian terdengar. Sebanyak 36 Pekerja Migran Indonesia (PMI) riuh dengan suasana batin yang beragam. Sebanyak 19 orang akan pulang ke tanah air, Indonesia pada hari itu. Sisanya masih menunggu penyelesaian masalah mereka dengan Pemerintah Yordania.

Di antara keriuhan itu, Intan Binti Astar terlihat berbeda. Wanita berusia sekitar 35 tahun itu hanya bisa menatap rekan-rekannya yang sibuk mempersiapkan diri menghadiri acara pelepasan kepulangan.

Duduk di kasur dengan kaki ke bawah, Intan terlihat murung, kurus, dan pucat. "Saya tidak bisa berjalan," katanya kemudian saat dihampiri.

photo

Intan merupakan PMI asal Palu, Sulawesi Tengah, yang mengadu nasib di tanah para nabi sejak 2009. Sepuluh tahun tinggal bersama majikan yang sama, Intan kemudian dibebaskan bekerja paruh waktu di keluarga lain.

Nasib Intan memang kurang mujur. Meski gajinya sebagai asisten rumah tangga terbilang lancar, namun istri dari pemilik rumah begitu kasar padanya.

"Si Baba (pemilik rumah) baik, tapi Mamahnya kasar, suka mukul," katanya terbata.

Intan tidak mengingat, seberapa sering dan pukulan seperti apa saja yang diterimanya. Rasa sakit yang sedang dideritanya membuat dia tidak boleh berpikir keras.

Nahas, ketika Intan juga bekerja di majikan paruh waktunya. Meski keluarga itu baik, namun istri majikannya ternyata sangat tidak suka padanya.

photo

Tidak ada pemukulan, namun semua derita yang kini ditanggungnya berasal dari rumah itu. Intan dibayar 400 dinar (Rp 8,5 juta) per bulan, namun dua bulan gajinya tidak dibayarkan.

"Dua HP saya juga diambil sama dia (istri majikan), sama uang 1.000 dinar," katanya.

Hingga pada Selasa (8/1), Intan terbangun di rumah sakit dengan luka dan patah tulang yang parah. Intan jatuh dari lantai tiga rumah majikannya sehingga harus dirawat 2,5 bulan.

"Saat itu sedang beres-beres rumah, tiba-tiba sudah di rumah sakit, tak tahu kenapa," katanya.

Meski begitu, Intan masih mengingat, sesaat sebelum dirinya tidak sadarkan diri, ada istri majikan di belakangnya. Intan merasa, wanita yang memusuhinya itu telah melakukan sesuatu saat ia membuka kaca jendela dan membersihkannya.

"Saya curiga didorong karena majikan perempuan itu nggak suka sama saya," katanya.

photo

Atase Tenaga Kerja KBRI Yordania, Suseno Hadi menceritakan, saat itu KBRI mendapat informasi kejadian yang menimpa Intan dari kepolisian setempat. Saat KBRI tiba di rumah sakit, keadaan Intan sangat parah.

"Dia juga nggak ingat apa-apa. Hingga saat ini, kejadian yang menimpa Intan masih diselidiki polisi Yordania," kata Seno.

Seno mengatakan, Intan merupakan salah satu PMI yang izin tinggalnya sudah lama habis. Karena itu, setelah keadaannya mulai membaik, KBRI memulangkan Intan ke tanah air.

"Kita pulangkan supaya mendapat perawatan yang lebih baik di sana," katanya.

Seno mengatakan, walaupun Intan pulang, kasusnya tetap harus berjalan. Hingga saat ini, KBRI masih menunggu kabar hasil investigasi polisi terhadap kajdian itu.

"Jadi, siapa yang salah masih dalam pencarian polisi," katanya.

Intan sendiri mengaku sangat senang dengan kepulangnya. Ia menjadi bagian dari 19 PMI yang dipulangkan pada Kamis (28/3) malam waktu Yordania. Intan mengikuti acara pelepasan dengan dibantu kursi roda.

"Senang bisa ketemu orang tua," Intan mencoba tersenyum.

Berbeda dengan rekan-rekannya yang lain, Intan mengaku keluarganya tidak ada yang tahu kepulangannya. Sebab, ia sudah tidak memiliki nomor kontak kerabatnya.

"Nggak ngabarin karena nomor mereka hilang sama HP," katanya.

Intan pulang bersama 18 orang PMI yang mengikuti program amnesti Pemerintah Yordania. Amnesti yang berlaku sejak 12 Desember 2018 hingga 12 Juni 2019 itu membebaskan denda bagi pekerja migran yang melewati izin tinggal.

Tanpa amnesti, mereka harus membayar 1,5 dinar atau sekitar Rp 29 ribu per hari jika ditangkap. Banyak PMI yang melewati izin tinggal hingga 10 tahun.

"Ini pemulangan kedua dalam program amnesti Pemerintah Yordania," kata Dubes RI untuk Yordania, Andy Rachmianto dalam acara pelepasan tersebut.

Pemulangan pertama dilakukan pada 7 Maret 2019 dengan jumlah yang sama, 19 orang. Saat ini, sudah ada lebih dari 150 orang PMI yang mendaftar mengikuti amnesti tersebut.

"Semoga dokumen mereka cepat selesai dan segera dipulangkan," katanya.

Dalam kesempatan itu, Andy juga mengingatkan para TKW yang pulang memberikan informasi kepada saudara-saudaranya agar tidak datang ke negara Arab. Sebab, saat ini Indonesia memutuskan tidak lagi mengirim tenaga kerja ke Timur Tengah.

"Tolong setelah pulang, kasih tahu jika ada orang yang iming-imingi mau bekerja di negara Arab, jangan. Sampai pemerintah menyatakan dibuka lagi jalurnya. Tolong ingat ini pesan saya," katanya.

Saat ini, ada 1.487 orang PMI yang diketahui di Yordania. Dari jumlah itu, hanya 447 PMI yang memiliki dokumen lengkap dan melaporkan. Sementara sisanya tidak memperpanjang surat kerjanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement