REPUBLIKA.CO.ID,KAIRO - Pemerintah Mesir menyetujui Rancangan Undang-Undang (RUU) yang akan mengkriminalisasi "beberapa bentuk aksi protes", Rabu (23/3). Rancangan ini memungkinkan pihak berwenang untuk menerapkan hukuman penjara atau denda bagi pihak-pihak yang melakukan aksi protes, kumpul-kumpul atau menggelar pertemuan yang akan mengganggu pekerjaan di perusahaan publik atau swasta.
Kantor berita Mesir, MENA, melaporkan draf ini telah disampaikan kepada Dewan Tinggi Militer yang mengambil kekuasaan setelah rezim Hosni Mubarak tumbang. Pemerintah mengatakan pembatasan tersebut hanya berlaku sementara. Karena, undang-undang darurat yang telah berjalan puluhan tahun itu belum dicabut.
Dewan Tinggi Militer telah berjanji untuk mencabut undang-undang darurat kontroversial —yang memberikan kekuasaan luas pada polisi dan menghilangkan hak konstitusional rakyat— sebelum enam bulan masa transisi berakhir.
Pihak berwenang berulang kali mengeluh bahwa protes yang berkelanjutan akan menghambat upaya-upaya untuk menjalankan negara secara penuh. Terjadi kelumpuhan selama 18 hari akibat penggulingan Mubarak. Namun kritikus cenderung melihat langkah tersebut sebagai upaya mengekang kebebasan yang bertentangan janji-janji penguasa yang akan menciptakan masyarakat bebas dan demokratis. (CR01)