REPUBLIKA.CO.ID,TRIPOLI--Libya, Ahad (27/3), menuduh NATO meneror dan membunuhi warganya sebagai bagian dari rencana untuk menghina dan membuat lemah negara Afrika Utara itu.
Pemerintah di Tripoli menyatakan serangan udara pimpinan Barat telah menewaskan lebih dari 100 warga sipil, tuduhan yang dibantah oleh koalisi --yang menyatakan sekutu "melindungi" warga sipil dari pasukan Muamar Gaddafi dan cuma mengincar tempat-tempat militer guna menerapkan zona larangan terbang.
"Teror yang dihadapi rakyat, ketakutan, ketegangan ada di mana-mana. Dan ini lah warga sipil yang diteror setiap hari," kata jurubicara pemerintah Libya, Mussa Ibrahim .
"Kami percaya berlanjut serangan udara, padahal itu tak perlu, adalah rencana untuk membuat pemerintah Libya berada pada posisi lemah dalam perundingan. NATO siap membunuh rakyat, merusak kamp pelatihan tentara dan pos pemeriksaan militer serta berbagai lokasi lain," kata Ibrahmi.
Ahad pagi, beberapa pejabat Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) mengatakan persekutuan itu telah setuju untuk menjadi komando operasi militer di Libya. Ibrahim mengakui pasukan pemrotes di bagian timur Libya bergerak maju ke arah barat tapi tak bersedia memberi perincian mengenai ke arah mana pasukan pemerintah mundur.
"Pemberontak bergerak maju, "Negara Barat membuat penduduk Libya kelaparan. Mereka ingin membuat Libya berlutut, memohon ampun. Itu adalah rencana yang sangat sederhana. Kita dapat melihat itu di depan mata kira. Mereka tak berusaha melindungi warga sipil," kata Ibrahim.
Ibrahim menyatakan tiga pelaut sipil Libya tewas dalam satu serangan udara koalisi terhadap pelabuhan penangkapan ikan di kota Sirte, Sabtu (26/3).
Dua suara ledakan keras juga terdengar pada Ahad, pukul 18:00 GMT (Senin, 02:00 WIB), saat beberapa pesawat terbang di udara, kata seorang koresponden AFP, sementara di ibukota Libya, Tripoli, suara ledakan dan tembakan senjata anti-pesawat dilaporkan juga terdengar.
Tak lama setelah ledakan di Sirte, stasiun televisi Libya mengkonfirmasi kota tersebut telah jadi sasaran serangan udara, seperti yang telah terjadi di Tripoli.