Senin 28 Mar 2011 13:21 WIB
Serangan Koalisi di Libya

Indonesia Desak Gencatan Senjata di Libya

Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa
Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Indonesia mendesak segera dilakukan gencatan senjata untuk mengakhiri konflik bersenjata dan jatuhnya lebih banyak korban di kalangan warga sipil Libya. "Korban di kalangan warga sipil semakin banyak," ungkap Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa sebelum rapat kerja dengan Komisi I DPR di Gedung DPR di Jakarta, Senin (28/3).

Menurutnya, dalam delapan hari terakhir, korban semakin meningkat. Perlu ada gencatan senjata dan perlu ada proses politik. Ditegaskan juga Indonesia menolak tindak kekerasan di Libya. "Baik dilakukan pihak Qaddafi, pemberontak, atau pihak koalisi. Karena kekerasan itu justru menimbulkan kesengsaraan di kalangan warga sipil," kata Menlu.

Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) mengambil alih komando operasi militer di Libya dari tentara koalisi, menurut laporan sejumlah media di dunia.

Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa Bangsa memberlakukan wilayah larangan terbang terhadap Libya pada 17 Maret, bersamaan dengan perintah "melakukan hal yang diperlukan" guna "melindungi" warga sipil dari serangan pasukan Muammar Gaddafi di sejumlah kota yang dikuasai pemberontak.

Sebanyak 28 utusan negara anggota NATO bertemu pada Minggu untuk menentukan strategi militer terhadapLibya.

Amerika Serikat mengalihkan komando pengawasan wilayah larangan terbang terhadap Libya kepada NATO, sementara pasukan koalisi akan tetap melanjutkan upaya perlindungan terhadap warga sipil dari serangan pasukan Gaddafi.

Operasi militer di Libya, yang diberi nama sandi "Pengembaraan Fajar", sejauh ini telah melibatkan 13 negara, termasuk Amerika Serikat, Inggris dan Prancis. 

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement