Selasa 05 Apr 2011 14:52 WIB

'Libya Butuh Qaddafi sebagai Pemimpin'

Qaddafi
Qaddafi

REPUBLIKA.CO.ID, TRIPOLI - Pemerintah Libya menegaskan bahwa pihaknya membuka pintu selebar-lebarnya untuk reformasi politik. Tetapi Muammar Qaddafi harus tetap memegang kekuasaannya untuk menghindarkan kondisi seperti di Somalia atau di Irak, yang mengalami kevakuman kekuasaan.

Hal itu disampaikan jurubicara pemerintah Libya Moussa Ibrahim Selasa (5/4). Ia menjelaskan bahwa kolonel Qaddafi merupakan sosok atau figur pemersatu. Selain itu pria yang telah memimpin Libya empat dekade tersebut mengangkat senjata hanya untuk para pemberontak dan bukan kepada rakyat sipil.

Moussa mengatakan, Qaddafi adalah "katup pengaman bagi negara untuk tetap bersama-sama." "Pemimpin memberikan suku dan orang-orang Libya untuk kepribadian pemersatu, sebagai tokoh pemersatu," tambahnya.

"Banyak warga Libya, banyak warga Libya mengingikannya untuk tetap memimpin proses transisi karena mereka takut jika Qaddafi tidak di sini dalam berbagai alasan, kita memiliki apa yang terjadi di Irak, kita memiliki apa yang terjadi di Irak, kita memiliki apa yang terjadi di Somalia, kita memiliki apa yang terjadi di Afghanistan," tuturnya.

Libya, lanjut Mousa, telah membuka diri untuk reformasi politik. "Pemilu, referendum dan apapun, tetapi pemimpin harus maju memimpin ini," ujarnya menegaskan. Ia menambahkan, hal itu tidak ditujukan kepada Barat terkait Libya. "Anda harus kehilangan pemimpin anda atau sistem anda atau rezim Anda," katanya.

Pemerintah Libya menyangkal jika serangannya terhadap pemberontak juga mengenai penduduk sipil. Ia juga menegaskan, pemerintah Libya menantang dunia luar untuk menyelidiki kejahatan yang dituduhkannya selama ini. "Kami berjuang terhadap milisi bersenjata," katanya. "Anda bukan sipil jika Anda mengangkat senjata," katanya lagi.

Pada Senin (4/4) kemarin, televisi Libya menunjukkan apa yang tampak seperti rekaman langsung dari Kolonel Gaddafi menghormat pendukung dari sebuah jip di luar kompleks benteng di Bab al-Aziziya di Tripoli.

sumber : BBC
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement