REPUBLIKA.CO.ID, WINA - Presiden Emirates Airlines Tim Clark mengatakan gejolak Timur Tengah dan Afrika Utara telah mengurangi pendapatan perusahaan antara 3-5 persen. “Ditambah lagi dengan krisis nuklir yang terjadi di Jepang,” ujarnya dalam konferensi pers sebagaimana dikutip Al-Arabiya, Jumat (1//4).
Menurut Clark, Emirates Airlines berhasil mengubah jalur penerbangan dan menjauh dari kekacauan yang menyapu wilayah tersebut dan berharap dapat memulihkan pasar Jepang. “Di tengah memanasnya kerusuhan dan meluasnya protes pro-demokrasi, layanan Emirates ke Libya dihentikan. Sementara jumlah penerbangan ke Tunisia dan Mesir dikurangi.”
Pada tahap awal Emirates mengurangi tingkat hunian kursi lima hingga tujuh persen. Namun ketika menyadari bahwa gejolak yang terjadi bukan akan berlangsung lama, dengan demikian mereka terpaksa menangguhkan penerbangan ke Liby, juga mengurangi jumlah penerbangan ke Tunisia dan Kairo.
Ketika ditanya tentang dampak revolusi terhadap pendapatan Emirates? Clark menjawab tegas, “Tidak seburuk yang kita perkirakan. Jika target hunian sekitar 3-5 persen, maka jika terjadi di bawah angka itu, kita akan mengubah daya serap pasar. Namun kini kita kembali ke tingkat hunian rata-rata antara 70-80 persen. Pada bulan April, ketika liburan Paskah, kursi kami telah dipesan semua."
Data menunjukkan, industri penerbangan kini mengalami penurunan jumlah kursi penumpang secara drastis. Bahkan penerbangan ke Mesir dan Tunisia turun sekitar 100 ribu kursi setiap minggunya. Di Jepang, di mana puluhan ribu orang meninggal karena gempa bumi dan tsunami, dan PLTN dimatikan karena kebocoran radiasi nuklir, pasar penerbangan turun hingga 40 persen.