Jumat 15 Apr 2011 18:22 WIB

Obama Ubah Posisi Hati-Hati AS, Dukung Total Serangan Militer ke Libya

Barack Obama
Barack Obama

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON - Presiden Barack Obama, Jumat (15/4) mengisyaratkan posisi Amerika kembali di garis depan dalam upaya internasional mengatasi krisis Libya. Obama menulis pernyataan dalam sebuah artikel gabungan dengan David Cameron dan Nicola Sarkozy, menegaskan komitmen untuk terus menggelar aksi militer hingga Koloner Qaddafi turun.

Dalam artikel gabungan itu, Obama membalikkan posisi AS di awal yang cenderung hati-hati terhadap konflik--dengan salah satu sikap, menyerahkan kontrol AS keada NATO dan menarik jet tempurnya beberapa hari setelah intervensi dimulai. Kini ia menegaskan bahwa negaranya akan terlibat dalam intervensi lebih 'berotot' dengan koleganya dari Eropa.

Posisi baru Obama kemungkinan besar mengubah upaya komunitas internasional setelah tiga hari perbincangan di Qatar berakhir tanpa hasil.

Menulis untuk Washington Post, Times dan Le Figaro (dalam Bahasa Prancis), tiga pemimpin itu mengatakan dunia akan melakukan "penghianatan dibawah sadar" bila membiarkan pemimpin Libya tetap di tempat dan membuat pemberontak yang telah berjuang melawan Qaddafi tekuk lutut dibawah pemerintahannya.

Bila situasi ini dibiarkan, Libya berisiko runtuh, tulis mereka. Obama, Sarkozy dan Cameron menyeru Qaddafi untuk "pergi dan menyingkir demi kebaikan", menolak tuntutan untuk gencatan senjata segera dan menegosiasikan jalan keluar bagi diktator Libya tersebut.

Dalam artikel tersebut, trio pemimpin juga menyerukan serangan terhadap Misrata. "Sebuah wilayah abad pertengahan yang dikepung, demi mencekik penduduknya agar tunduk".

Mereka menulis, "Para warga kota-kota tesebut yang berani, yang terlah bertahan terhadap serangan pasukan, yang telah tanpa ampun menjadi sasaran akan mengalami tindakan menakutkan jika dunia membiarkan (Qaddafi tetap tinggal). Itu sama dengan pengkhianatan tanpa sadar,"

"Selama Qaddafi berkuasa, NATO dan koalisinya harus tetap melakukan operasi sehingga para warga sipil tetap terlindungi sehingga membangun pula tekanan terhadap rezim. Inggris, Prancis dan AS tidak akan istirahat hingga resolusi Dewan Keamanan PBB diterapkan sepenuhnya dan hingga rakyat Libya bebas menentukan masa depan mereka.

Times melaporkan bahwa artikel tersebut awalnya hanya kolaborasi berdua antara Cameron dan Sarkozy, bertepatan dengan lawatan PM Inggris ke Paris, Rabu lalu untuk mendiskusikan aksi militer di Libya.

Perbincangan itu menghasilkan sebuah draf yang dikirim ke gedung putih sekaligus untuk alasan kesopanan, namun justru memunculkan permintaan dari Obama agar menambahkan namanya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement