REPUBLIKA.CO.ID,KOLOMBO--Partai oposisi utama Sri Lanka hari Rabu mendesak pemerintah menanggapi tuduhan PBB mengenai kejahatan perang dengan melakukan penyelidikan resmi segera. Partai Persatuan Nasional (UNP) menuntut pengambilan langkah atas bocoran laporan yang menuduh bahwa kekejaman dilakukan oleh pasukan Sri Lanka ketika perang untuk menumpas pemberontak Macan Tamil berakhir pada 2009.
Laporan komisi yang dibentuk Sekretaris Jendral PBB Ban Ki-moon secara resmi akan diumumkan pekan ini. Keterangan yang dicetak di sebuah surat kabar Sri Lanka pada akhir pekan mengatakan, ada tuduhan "terpercaya" bahwa pasukan pemerintah melakukan kejahatan perang dan kejahatan kemanusiaan dalam operasi final untuk mencapai kemenangan atas pemberontak Macan Tamil.
"Citra Sri Lanka ternoda oleh laporan ini. Satu-satunya cara untuk memulihkan citra kita sebagai sebuah negara adalah melakukan penyelidikan," kata juru bicara UNP Lakshman Kiriella kepada wartawan di Kolombo. "Kami meminta pemerintah memulai penyelidikan internal segera," tambahnya.
Pemerintah Sri Lanka bersikeras bahwa tidak ada warga sipil yang tewas dalam ofensif untuk menumpas Macan Tamil dan mengakhiri perang puluhan tahun. Presiden Mahinda Rajapakse telah meminta pendukungnya untuk mengubah pawai Hari Buruh tahun ini menjadi demonstrasi menentang penyelidikan kejahatan perang.Laporan PBB itu mengatakan, tuduhan mengenai serangan terhadap warga sipil patut diteliti secara serius dan mereka yang bertanggung jawab diadili.
Macan Tamil juga dituduh menggunakan warga sipil sebagai tameng manusia dan membunuhi mereka yang berusaha melarikan diri dari zona perang.Menurut perkiraan PBB, sedikitnya 7.000 warga sipil tewas dalam ofensif final pasukan Sri Lanka terhadap Macan Tamil yang dikalahkan dua tahun lalu. Sri Lanka membantah segala tuduhan kejahatan perang dan menolak seruan-seruan bagi penyelidikan internasional.Pemerintah Sri Lanka pada 18 Mei 2009 mengumumkan berakhirnya konflik puluhan tahun dengan Macan Tamil setelah pasukan menumpas sisa-sisa kekuatan pemberontak tersebut dan membunuh pemimpin mereka, Velupillai Prabhakaran.
Pernyataan Kolombo itu menandai berakhirnya salah satu konflik etnik paling lama dan brutal di Asia yang menewaskan puluhan ribu orang dalam berbagai pertempuran, serangan bunuh diri, pemboman dan pembunuhan.Macan Pembebasan Tamil Eelam (LTTE) juga telah mengakui bahwa Velupillai Prabhakaran tewas dalam serangan pasukan pemerintah Sri Lanka. Juga dinyatakan tewas dalam operasi final militer adalah dua deputi Prabhakaran -- pemimpin Macan Laut Kolonel Soosai dan kepala intelijen LTTE Pottu Amman.Tokoh penting lain Macan Tamil yang juga tewas adalah putra Prabhakaran dan calon penggantinya, Charles Anthony (24), pemimpin sayap politik B. Nadesan dan pemimpin Sekretariat Perdamaian LTTE yang sudah tidak berfungsi lagi, S. Pulideevan.
Presiden Sri Lanka Mahinda Rajapakse telah beberapa kali mendesak pemberontak Macan Tamil menyerah untuk menghindari pembasmian total.Rajapakse, yang juga panglima tertinggi angkatan bersenjata, juga menolak seruan-seruan bagi gencatan senjata dan menekankan bahwa Macan Tamil harus meletakkan senjata dan mengizinkan warga sipil keluar dari daerah-daerah yang masih mereka kuasai.
Pertempuran antara pasukan pemerintah dan pemberontak LTTE meningkat sejak pemerintah secara resmi menarik diri dari gencatan senjata enam tahun pada Januari 2008.Pembuktian independen mengenai klaim-klaim jumlah korban mustahil dilakukan karena pemerintah Kolombo melarang wartawan pergi ke zona-zona pertempuran. PBB memperkirakan, lebih dari 100.000 orang tewas dalam konflik separatis Tamil setelah pemberontak Macan Tamil muncul pada 1972.
Sekitar 15.000 pemberontak Tamil memerangi pemerintah Sri Lanka dalam konflik etnik itu dalam upaya mendirikan sebuah negara Tamil merdeka. Masyarakat Tamil mencapai sekitar 18 persen dari penduduk Sri Lanka yang berjumlah 19,2 juta orang dan mereka terpusat di provinsi-provinsi utara dan timur yang dikuasai pemberontak. Mayoritas penduduk Sri Lanka adalah warga Sinhala.