REPUBLIKA.CO.ID, RIYADH - Komisi Hak Asasi Manusia (HRC) mendesak instansi penegak hukum untuk mempertimbangkan "Adl", pengabaian hak wanita untuk menikah oleh walinya, sebagai bentuk perdagangan manusia.
"Penerapan undang-undang perdagangan manusia dalam kasus-kasus Adl akan membantu dalam menghemat waktu persidangan, menurunkan menumpuknya jumlah kasus di pengadilan dan mengurangi kemungkinan bias dalam penilaian penetapan vonis," kata seorang sumber di HRW, Kamis (21/4).
Menurut HRC, sejauh ini komisi telah menerima 1.452 pengaduan sepanjang tahun 2011 ini. “Kasus-kasus tersebut bervariasi, mulai dari pengabaian hak untuk mendapatkan layanan pendidikan dan kesehatan, kekerasan terhadap perempuan dan anak-anak, kasus Adl, malpraktik kedokteran, pelecehan seksual, hingga penolakan hak tahanan untuk identifikasi,” jelas sumber tersebut.
Ia juga mengungkapkan bahwa HRC telah mengikuti perkembangan lebih dari 50 kasus pelanggaran hak azasi manusia (HAM) yang terekspos di media. HRC menyelidiki kebenaran pengaduan tersebut dan memberikan bantuan hukum kepada korban. Selain itu, HRC juga meneliti kasus pernikahan yang melibatkan anak di bawah umur, tuduhan Adl dan sebuah kasus tentang penyiksaan seorang gadis di Madinah.
Pejabat HRC tersebut menambahkan, dalam beberapa kasus seperti keluhan malpraktik kedokteran, komisi HRC langsung berkomunikasi dengan instansi yang bertanggung jawab atas pelanggaran tersebut untuk mencari solusi secepat mungkin.