REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON - Menlu Amerika Serikat Hillary Clinton telah membicarakan secara terpisah Selasa dengan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dan Perdana Menteri Palestina Salam Fayyad mengenai langkah Palestina untuk membentuk pemerintah persatuan, kata seorang juru bicara AS. Kelompok Fatah, yang memimpin pemerintah Otonomi Palestina yang didukung AS di Tepi Barat, dan saingannya gerakan Islam Hamas yang memerintah Jalur Gaza, telah menandatangani perjanjian rekonsiliasi di Kairo, Selasa, yang Israel katakan sebagai pukulan pada perdamaian.
Perjanjian itu meminta pembentukan pemerintah para teknokrat independen yang akan meratakan jalan bagi pemilihan presiden dan anggota dewan Palestina dalam waktu satu tahun. 'Saya dapat mengkonfirmasi bahwa (Ny. Clinton) telah berbicara dengan PM Netanyahu dan PM Fayyad," kata Mark Toner, juru bicara Gedung Putih.
"Mereka, sungguh, telah membicarakan rekonsiliasi Palestina dan perkembangan-perkembangan terkait," ia mengatakan. Ia mengulangi lagi bahwa pemerintah baru Palestina akan muncul dari perjanjian yang harus menerima prinsip-prinsip yang dituliskan oleh Kuartet perdamaian Timur Tengah -- AS, PBB, Uni Eropa dan Rusia-- yang disebut peta jalan ke perdamaian.
Ketiga prinsip itu adalah: meninggalkan kekerasan, menerima perjanjian (Israel-Palestina) pada masa lalu, dan mengakui hak Israel untuk hidup, kata Mark Toner. Ia menyatakan ia yakin bahwa Menlu Hillay Clinton "telah membicarakan sedikit mengenai signifikansi paket bantuan" pada Palestina dalam pembicaraannya dengan para pemimpin Israel dan Palestina itu.
Tapi seorang pejabat Deplu AS mengatakan pada wartawan dengan tanpa menyebut nama bahwa Ny Clinton tidak mengancam untuk menghentikan bantuan yang telah meningkat menjadi ratusan juta dolar untuk membangun lembaga-lembaga yang dibutuhkan bagi sebuah negara (Palestina) pada masa depan.
Perjanjian rekonsiliasi Fatah dan Hamas telah mendorong anggota-anggota parlemen AS untuk memoeringatkan pamerintah Otonomi Palestina pimpinan Fatah bahwa pemerintah itu berisiko kehilangan bantuan AS.