Rabu 04 May 2011 15:08 WIB
Osama bin Laden Tewas

Sekilas Hidup Usamah bin Ladin (3). Terjun ke Afghanistan Bersama Amerika Serikat

Abdullah Azzam dan Usamah bin Ladin
Abdullah Azzam dan Usamah bin Ladin

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Usamah bin Ladin adalah sosok yang kontroversial di mata dunia. Bagi sebagian ia adalah teroris tulen yang seakan berhati dingin dan kejam. Tapi bagi sebagian lain, Usamah adalah simbol perlawanan atas hegemoni Amerika Serikat dan Eropa atas kesewenang-wenangan mereka terhadap dunia Islam.

Tak lupa, Usamah juga pernah bekerja sama dengan AS di Afghanistan untuk mengusir Sovyet. Kini setelah dikabarkan tewas dalam penyergapan di Abbottabad, Pakistan, Usamah tetap menjadi sosok yang misterius. Republika mencoba menguliti sedikit kehidupan pribadi Usamah bin Ladin, keturunan konglomerat Mohammed bin Ladin asal Arab Saudi.

Bagaimana masa kecilnya. Apa yang mempengaruhi pergerakan Usamah. Mengambil bahan dari buku pemenang hadiah Pullitzer 2007, The Looming Tower karangan Lawrence Right, berikut cuplikan episode-episode kehidupan Usamah bin Ladin. Selamat menikmati:

Lulus sekolah menengah, Usamah kuliah di Universitas King Abdul Aziz pada 1976. Dia mengambil jurusan ekonomi. Tapi lebih sering terlihat mengikuti acara-acara kampus yang berbau keagamaan. "Saya mendirikan lembaga amal di kampus. Kami menghabiskan banyak waktu mengkaji Alquran dan jihad," katanya.

Di kampus inilah ia berkenalan dengan Mohammed Jamal Khalifa yang kemudian menjadi sahabat dekatnya. "Usamah itu anak yang keras kepala," kata Khalifa. "Pernah kami berkuda di gurun, di depan kami ada badai pasir. Saya memperingatkan Usamah agar kita lebih baik kembali saja, tapi dia jalan terus. Kudanya terjatuh, tapi ia tertawa. Dia menyukai tantangan," kata Khalifa.

Ia menjelaskan, saat itu mereka asyik-asyiknya mengkaji Islam dalam kehidupan sehari-hari. Islam bagi mereka bukan sekedar agama, tapi jalan hidup. "Kami berupaya mengerti apa yang Islam tegaskan bagi hidup sehari-hari. Bagaimana kami makan, minum, menikah, berbicara. Kami banyak membaca karangan Sayyid Qutb yang sangat terkenal,".

Ditambah dengan para pengajar di universitas yang ternyata banyak pengikut Ikhwanul Muslimin. Khalifa dan Usamah makin asyik dalam perdebatan Islam dan politik. Bagaimana menggabungkan keduanya tanpa ada persinggungan.

Saat di bangku kuliah inilah, Usamah menjadi ayah. Anaknya, Abdullah lahir dan berturut-turut adiknya hingga total berjumlah 11 anak. Usamah adalah ayah yang baik. Ia bermain dengan anak-anaknya. Membawa mereka ke peternakan atau ke pantai. Tapi di saat yang sama ia juga bersikap tegas pada mereka. Ia ingin anak-anaknya tumbuh menjadi anak yang tangguh. Ia menolak memasukkan anak-anaknya ke sekolah, dan mengundang guru ke rumah.

Pada 1982, Usamah poligami. Istri keduanya, Umm Hamza, berbeda. Seorang perempuan berpendidikan tinggi dengan gelar PhD di psikologi dan mengajar di universitas. Usianya tujuh tahun lebih tua dari Usamah. Dari pernikahan ini lahir seorang putra. Dua keluarganya ia belikan apartemen yang berdekatan.

Beberapa tahun kemudian, Usamah menikah lagi untuk ketiga kalinya. Istrinya yang ketiga, Umm Khaled juga sangat berpendidikan, seorang doktor bidang bahasa Arab dan mengajar di kampus lokal. Tak lama setelah itu, Usamah menikah lagi untuk keempat kalinya dengan Umm Ali.

Usamah muda juga nyambi kerja di perusahaan ayahnya, yang kali ini mendapat proyek restorasi di Mina. Ia pulang pergi Jeddah-Makkah selama beberapa waktu. Berbeda dengan pemuda Arab lainnya, Usamah muda ngotot untuk bekerja kasar. Ia ingin selevel dengan pekerja di lapangan yang datang dari India atau Filipina. Dia bersama-sama buruh kasar menghabiskan waktu berjam-jam. Mengoperasikan buldoser dan alat berat lainnya.

 

Keasyikan bekerja di kontraktor membuat pelajaran Usamah di universitas keteteran. Akhirnya ia mengambil keputusan, berhenti kuliah. Padahal ia tinggal setahun lagi lulus. Usamah bekerja penuh waktu di bin Ladin grup. Seorang temannya mengingat pemuda Usamah sangat berbeda dengan saat remajanya. "Dia sangat percaya diri dan kharismatik," kata si teman.

Desember 1979, dunia dikejutkan dengan dua peristiwa. Pertama adalah serangan berdarah ke Masjidil Haram oleh Al Qahtani dan pengikutnya yang memprotes gaya hidup pemimpin Arab. Kedua adalah invasi Uni Sovyet ke Afghanistan. Usamah bin Ladin tertarik pada yang kedua.

"Saya sangat marah melihat Afghanistan diserbu. Saya langsung ke sana saat itu juga," katanya. Usamah tiba di Afghanistan beberapa hari setelah negara itu diduduki Sovyet. Teman Usamah, Jamal Khalifa, mengatakan Usamah sebelumnya tak pernah mendengar ada negara Afghanistan. Khalifa mengatakan, Usamah tidak pergi ke Afghanistan pada 1979, melainkan pada 1984. Namun Usamah menjelaskan, kepergiannya ke Afghanistan sangat rahasia hingga keluarganya pun tidak ada yang tahu.

Usamah menjadi kurir bagi para pejuang AFghanistan. Ia mengumpulkan uang dari para orang kaya Saudi untuk diberikan ke para pejuang. Di sinilah Usamah berkenalan dengan Abdullah Azzam, tokoh kharismatik asal Palestina. Azzam juga berjuang di Afghanistan. Tak butuh waktu lama bagi Usamah muda untuk mengidolakan Azzam yang mengajar di Pakistan pada 1981.

Di Pakistan, Azzam bergaul bersama pejuang Afghanistan yang kerap mondar-mandir ke Peshawar. Ia berkenalan dengan para pejuang Mujahiddin. Azzam juga bolak-balik Jeddah-Pakistan. Di Jeddah, ia kerap menginap di rumah Usamah. Keduanya akhirnya sepakat merekrut kaum muda Arab Saudi untuk membantu membebaskan Afghanistan. Keduanya menggunakan foto-foto penderitaan rakyat Afghanistan untuk mempengaruhi kaum muda agar mau ikut gerakan mereka. "Kamu harus melakukan ini. HARUS! Ini adalah tugas kamu sebagai generasi muda. Tinggalkan segalanya, mari kita berjuang di Afghanistan," begitu kata mereka.

Di musim panas, Usamah membuka pelatihan militer bagi pelajar dan mahasiswa yang ingin membantu pejuang Afghanistan. Usamah juga terus menjalankan fungsinya sebagai pengumpul dana untuk Afghanistan. Pemerintah Arab Saudi membantu langkah-langkah ini dengan memberi diskon penerbangan ke Pakistan.

Suatu ketika, Usamah ingin terjun langsung ke medan perang di Afghanistan. Namun rencananya ditentang pemerintah Saudi. "Pemerintah Arab memintaku jangan masuk ke Afghanistan karena dekatnya hubungan keluarga bin Ladin dengan pemerintahan Arab. Mereka ingin aku tetap di Peshawar. Sebab kalau aku tertangkap pasukan Rusia, ini menandakan Saudi mendukung Afghanistan. Aku menentang peringatan Arab. Aku tetap masuk dan berjuang di Afghanistan."

Kesibukan Usamah bolak balik Arab Saudi akhirnya berdampak pada kariernya di bin Ladin grup. Pekerjaan rekonstruksi Masjid Nabi di Madina terbengkalai. Usamah akhirnya merelakan sebagian keuntungannya dalam proyek tersebut, sebesar delapan juta riyal atau 2,5 juta dolar AS. Sebaliknya, sumbangan yang berhasil ia kumpulkan untuk pejuang Mujahiddin mencapai lima sampai 10 juta dolar AS. Dari sumbangan ini, dua juta dolar AS adalah sumbangan saudari Usamah.

Pada 1984, saat Usamah dan Azzam beribadah haji, Usamah akhirnya membeberkan rencana massalnya untuk membantu Afghanistan. Usamah ingin ada keterlibatan langsung Arab Saudi di Afghanistan, meski secara rahasia. Bagi setiap remaja Arab yang bersedia ke Afghanistan akan mendapat gaji 300 dolar AS per bulan untuk keluarganya di Arab. Di balik ini, pemerintah Saudi menyediakan dana 350-500 juta dolar AS per tahun untuk pejuang Afghanistan. Uangnya masuk ke rekening di bank Swiss dan dikontrol oleh pemerintah Amerika Serikat yang juga mendukung pejuang mujahidin.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement