REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Pertemuan Puncak KTT ASEAN yang segera berlangsung di Jakarta membuat sejumlah masyarakat tak menyia-menyiakan kesempatan untuk menyuarakan keluhannya. Termasuk kelompok nelayan Indonesia yang mengaku diperlakukan semena-mena oleh patroli laut milik Malaysia.
Dalam pertemuan ASEAN People's Forum yang berlangsung beberapa hari lalu, kelompok nelayan yang tergabung dalam KIARA mengungkapkan keluhannya. Mereka menyerukan ASEAN segera membangun mekanisme perlindungan nelayan tradisional.
Mekanisme ini diharapkan akan mengakhir masalah pencurian ikan ilegal, penggunaan alat tangkap dan praktik penangkapan ikan yang merusak. Seperti yang dialami salah satu nelayan asal Pangkalan Brandan, Sumatera Utara, Antoni (33).
"Kami merasakan selama melaut selalu dipersulit," cerita Antoni seperti yang tertulis dalam rilis ASEAN People's Forum yang diterima Republika, Kamis (5/5). Antoni mengisahkan dirinya yang dipersulit aparat keamanan perairan Malaysia.
Pada 2008, saat berada di laut lepas, 100 mil sebelum batas laut Indonesia dengan Malaysia, kapal Antoni dihentikan oleh patroli laut Malaysia. Atas tuduhan melanggar batas, sekalipun tidak menahan, namun pihak keamanan Malaysia merampas semua hasil tangkapan ikan Antoni. Berikut rokok dan bekal makanan yang dibawanya.
Masalah ini oleh KIARA disebut sebagai bentuk kriminalisasi terhadap nelayan tradisional akibat batas teritorial yang belum jelas.