REPUBLIKA.CO.ID, TUNIS - Pemerintah sementara Tunisia menegaskan kembali "kecaman keras atas pelanggaran berbahaya integritas teritorialnya oleh pasukan Libya" dalam pernyataan yang dikeluarkan Sabtu, kata kantor berita TAP. Kecaman itu muncul setelah sekitar 80 mortir ditembakkan dari Libya dan jatuh di wilayah Tunisia dekat perbatasan Dhehiba pada Sabtu, menurut TAP.
Pihak berwenang Tunisia menganggap pelanggaran itu sebagai sangat berbahaya bagi orang-orang Tunisia dan keamanan teritorialnya, kata pemerintah, dan menekankan konsekuensi negatif pada hubungan antara kedua negara. Terlepas dari pelanggaran itu, Tunisia memutuskan untuk tidak menutup titik perbatasan Dhehiba didorong oleh komitmen kemanusiaan guna memberikan perlindungan bagi warga negara Libya yang terdampar di sana, kata komunike tersebut.
Tunisia akan melakukan tindakan apa pun yang dianggap perlu untuk mempertahankan integritas teritorialnya, keselamatan penduduk dan para pengungsinya "dalam kerangka hukum internasional," katanya. Selama pekan terakhir, roket Libya telah jatuh di wilayah perbatasan selatan Tunisia, yang kemudian memicu kepanikan di kalangan penduduk setempat.
Menurut laporan Reuters, lebih dari selusin peluru mortir yang ditembakkan dari Libya mendarat di dekat kota perbatasan Tunisia , Dehiba pada Kamis, kata satu sumber keamanan Tunisia. Hal itu terjadi pada saat pasukan pemerintah Libya bertempur menghadapi pemberontak di Pegunungan Barat.
Seorang penduduk Dehiba mengatakan, salah satu mortir mendarat dekat sebuah cadangan air yang memasok air minum ke kota. Tembakan artileri Libya juga telah mendarat di atau dekat kota Dehiba beberapa kali dalam sepekan terakhir, saat pasukan yang setia kepada pemimpin Libya Muammar Gaddafi mencoba merebut kendali sebuah pos perbatasan penting dari tangan pemberontak.
Pasukan pemimpin Libya Muamar Gaadafi Rabu juga menewaskan lima orang ketika mereka membom pelabuhan strategis di kota terkepung Misrata, kata juru bicara pemberontak. "Banyak pemboman telah dilancarkan di Misrata hari ini," kata juru bicara pemberontak Jalal al-Gallal di kota terbesar kedua di Libya, Benghazi, tempat pemberontak memiliki markas mereka.
Dia menambahkan lima orang telah tewas. "Saya khawatir jumlah korban tewas bisa jauh lebih banyak dibandingkan yang ingin kita dengar," kata al-Gallal. Ratusan orang telah tewas selama dua bulan belakangan di Misrata, satu-satunya kubu utama pemberontak di bagian timur negara yang dikuasai Gaddafi tersebut.