REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA - Perjanjian kerja sama perdagangan antara negara "ASEAN-China Free Trade Agreement/ACFTA" tidak hanya berpotensi menggilas industri dalam negeri. Kesepakatan ini diyakini menggusur porsi tenaga kontruksi nasional. Pasalnya potensi tenaga kerja asing di bidang tersebut, yang mencari nafkah di Indonesia, lebih baik.
"Penerapan 'ACFTA' memberikan dampak negatif bagi usaha jasa konstruksi di Tanah Air," kata Sekretaris Lembaga Pengembangan Jasa Konstuksi Daerah (LPJKD) Jatim, Soetarmo, ditemui di sela Pelatihan dan Uji Kompetensi Tenaga Terampil di Gedung Balai Diklat Dinas PU Jatim, di Surabaya, Senin (9/5).
Menurut dia, sejak diterapkannya "ACFTA" per 1 Januari 2010 semakin meningkatkan jumlah tenaga ahli konstruksi dari negara tetangga ke berbagai titik proyek konstruksi di Indonesia.
"Sejumlah negara misalnya Filipina, Vietnam, dan Bangladesh adalah negara yang gencar mengirim tenaga asing mereka ke Indonesia," ujarnya.
Sementara itu, ungkap dia, sampai akhir 2010 ada 150 badan usaha asing yang bergerak di bidang konstruksi masuk ke Indonesia. Apalagi, masuknya perusahaan-perusahaan asing ini secara tidak langsung juga membawa tenaga-tenaga ahli sendiri.
"Terkait data tenaga asing yang masuk, sampai sekarang kami belum memilikinya. Namun, diperkirakan jumlahnya semakin bertambah setiap tahun," katanya.
Mengenai faktor penyebab tenaga ahli lokal kalah bersaing dengan asing, tambah dia, salah satunya tenaga kerja konstruksi domestik jarang yang memiliki bukti kompetensi. Padahal, mayoritas dari tenaga kerja konstruksi asing yang datang ke Tanah Air sudah mempunyai bukti tersebut.
"Untuk itu, kami selalu gencar memacu tenaga lokal untuk melakukan uji kompetensi sehingga mendapatkan pengakuan secara institusional," katanya.
Ia berharap, dengan dimilikinya bukti kompetensi oleh tenaga kerja konstruksi lokal maka proyek baik milik pemerintah maupun swasta akan semakin mudah didapat.