Jumat 13 May 2011 10:12 WIB

Walah...Eropa Ingin Akhiri Sistem Bebas Paspor ala Schengen

Polisi Denmark melakukan kontrol di perbatasan
Foto: EPA/Claus Fisker L
Polisi Denmark melakukan kontrol di perbatasan

REPUBLIKA.CO.ID,BRUSSEL - Negara-negara Eropa ingin kembali mundur ke beberada dekade lalu, ketika prosedur bepergian di atas daratan itu masih tidak sebebas sekarang. Mayoritas pemerintah Uni Eropa setuju untuk menerapkan lagi kontrol paspor nasional di tengah membanjirnya imigran akibat pergolakan di Afrika Utara.

Dalam pukulan serius terhadap salah satu inti dari Eropa bersatu yang terintegrasi, menteri dalam negeri negara-negara Eropa meminta revisi radikal aturan bepergian bebas paspor yang dikenal dengan sistem Schengen. Revisi itu bertujuan membolehkan kembali 26 negara dalam UE untuk mengembalikan kontrol terhadap perbatasan.

Mereka juga setuju memerangi imigran dengan memaksakan 'kesepakatan diterima kembali' dengan negara-negara--yang umumnya menjapanik dan memusuhi gelombang kecil pengungsi dari Tunisia selama beberapa pekan terakhir. Namun 15 ddi asal imigran--di Timur Tengah dan Afrika Utara. Tujuannya agar dapat mengirim kembali pengungsi kembali ke mana mereka berasal.

Kebijakan itu didorong oleh Prancis dan Italia yang telah mengalami ari 22 negara Uni Eropa yang telah meneken Schengen, ada empat yang menolak tegas, demikian menurut keterangan pejabat dan diplomat.

Isu ini akan didiskusikan dalam pertemuan tingkat tinggi Uni Eropa antara perdana menteri, dan presiden pada bulan depan. Namun reformasi sistem Schengen tak akan mudah diterapkan karena butuh melewati parlemen Eropa, di mana mereka cenderung menolak keras kehadiran pemerintah nasional untuk mengambil alih kendali.

Namun, Pemerintah Denmark telah mengawali dengan mengetatkan aturan imigrasi dan mengembalikan kendali sepenuhnya ke pemerintah nasional. Negara itu juga mulai menerapkan pemeriksaan di perbatasaan untuk setiap orang dari luar yang ingin melintasi Denmark. Menariknya keputusan itu dibuat beberapa jam sebelum rapat Komisi UE untuk Schengen dan Imigrasi.

Pemerintah Jerman mengeluh bahwa perbatasan terbuka tidak seharusnya 'mengorbankan kepentingan politik dalam negeri'. Komisi Eropa mengatakan mereka akan memeriksa detail keputusan untuk melihat apakah sejalan dengan aturan Schengen.

Ada seruan dari parlemen Eropa agar Denmark ditendang dari negara Schengen. Namun pemerintah Denmark berjanji bahwa pemeriksaan perbatasan dan bea cukai tidak akan melibatkan pemeriksaan paspor dan ini tetap sejalan dengan Schengen.

Sementara di Italia, kampanye anti imigran yang dikepalai menteri dalam negeri, Robert Maroni, salah satu anggota Liga Utara yang berhalauan xenofobia (anti terhadap orang asing) terus dijalankan. Seperti juga di Italia dan Denmark, kampanye serupa juga hadir di Belanda yang digerakkan oleh koalisi kanan-tengah minoritas. Gerakan ini terutama didorong oleh partai Kebabasan yang menggunakan Muslim sebagai umpan yang dipimpin oleh Geert Wilders.

"Masalah ini semua adalah mengenai kepercayaan. Bagaimana kita keluar dari persoalan ini tanpa mengorbankan sistem," ujar salah satu duta besar UE. "Tantangan menjadi kian besar setiap hari dan pertanyaannya apakah semua dapat dipastikan dibawah kendali?"

Meski sebuah kesepakatan telah muncul di kalangan pemerintah EU untuk mempertimbangkan Schengen, komisi Eropa tetap memastikan bahwa paspor nasional dan kontrol perbatasan hanya dapat diterapkan 'sebagai pilihan terakhir', meski secara sementara dalam kondisi sangat ekstrem.

Pada pertemuan Kamis, Jerman bersikeras bahwa kendali harus dipegang oleh pemerintah nasional dan komisi Eropa akan dilangkahi. Usulan itu didukung oleh Prancis, Austria dan Republik Czechnya.

Sementara ketua komisi Eropa urusan dalam negeri, Cecilia Malmstrom, yang menegaskan bahwa zona bebas perbatasan adalah 'pencapaian indah', berargumen bahwa kekuasaan dan kontrol itu tetaplah terletak di Brussels.

Menteri Hungaria, Sandor Pinder, yang memimpin pertemuan itu menguatkan pernyataan Cecillia. Ia mengingatkan bahwa negara-negara indivudu tidak seharusnya diizinkan beraksi sendiri-sendiri dalam memutuskan kontrol perbatasan. "Sikap itu dapat memicu reaksi berantai dan merusak kepercayaan," tegasnya.

sumber : Guardian
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement