REPUBLIKA.CO.ID, Komplek tempat tinggal Moammar Qaddafi di Tripoli kembali dihantam roket oleh NATO. Peristiwa itu terjadi beberaja jam setelah otokrat veteran itu tampil di publik untuk pertama kali setelah hampir dua pekan.
Qaddafi tampil di televisi nasional dalam pakaian jubah tradisional warna coklat. Ia menyampaikan pidato kepada para pemimpin suku, yang meminta ia berbicara atas nama bangsa yang telah pimpin dengan kekuasaan mutlak selama hampir 42 tahun.
Labirin kompleks yang terletak di jantung ibu kota itu dibombardir sekitar pukul tiga pagi dengan lima bom dan roket. Serangan itu terlihat menarget instalasi militer dan bunker-bunker pertahanan Libya.
Sebuah lubang mirip kawah raksasa di halaman rumput di tengah kompleks, tampak terlihat dengan salah satu roket telah menghantam fasilitas yang diduga sebuah bunker. Pejabat mengatakan enam orang tewas dalam serangan termasuk dua wartawan Libya yang tengah mewawancara pendukung Qaddafi yang sedang berkemah di luar.
Lokasi ini diketahui sebagai fasilitas komando dan kendali yang berfungsi mengordinasi serangan terhadap populasi sipil di Libya, ujar pejabat NATO, berbicara dari Brussel.
Sementara jurubicara Libya, Moussa Ibrahim mengatakan fasilitas tersebut bukanlah bunker melainkan jaringan pembuangan limbah. Namun akibat serangan berturut-turut, pendukung Qaddafi menjaga tangga sumur yang mengarah pada lokasi hancur itu dan mengatakan pada wartawan untuk tidak berada di dekat-dekat lokasi itu. Uap panas terlihat menguar dari lubang kawah kedua, yang merusak konstruksi beton yang terpapar akibat lubang menjorok hingga ke dalam.
Menteri pertahanan AS, Robert Gates, mengungkap sejauh ini AS telah menghabiskan 750 juta dolar dalam upaya internasional menggulingkan Qaddafi. Serangan AS dan NATO telah merenggut banyak korban di Tripoli, di mana antrian rakyat untuk mendapat bahan bakar dan kebutuhan hidup sehari-hari terlihat di jalan-jalan.
Namun, dukungan terhadap Qaddafi tampaknya tetap terlihat solid. Elemen pemberontak di ibu kota harus melakukan upaya serangan lebih besar dan tentara yang setia masih terlihat memegang kendali terlepas dari serangan-serangan malam dari jet-jet tempur NATO.