REPUBLIKA.CO.ID,Perubahan kebijakan Timur Tengah AS yang diumumkan Presiden Barack Obama dalam pidatonya baru-baru ini membuat geram PM Israel Netanyahu. Pertemuan keduanya di Washington, Jumat (20/5), gagal meredakan ketegangan.
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dan Presiden AS Barack Obama dalam pertemuan singkat hari Jumat (20/5) di Gedung Putih, berusaha meredakan ketegangan yang timbul pasca pidato Obama soal Timur Tengah sehari sebelumnya. Kedua kepala negara mengakui adanya "perbedaan" pendapat menyangkut perdamaian di kawasan tersebut.
Obama mencoba meluruskan dengan menegaskan keamanan Israel sebagai prioritas utama menuju perdamaian.
Netanyahu sebaliknya menggarisbawahi betapa arah kebijakan Timur Tengah milik pemerintah Amerika Serikat yang diumumkan Obama hari Kamis, kembali memperlebar jurang dalam hubungan antara kedua negara. Ia memperingatkan terhadap langkah terburu-buru menuju perdamaian.
"Perdamaian yang dibangun berdasarkan ilusi suatu saat nanti akan hancur oleh realita di Timur Tengah, " katanya. Menurut politikus Partai Likud itu satu-satunya perdamaian yang dapat bertahan adalah yang berdasar pada "kenyataan" dan pada "fakta yang tidak tergoyahkan."
Dalam pidatonya hari Kamis (19/5) Obama mendesak, masa depan negara Palestina harus berdasar pada garis perbatasan sebelum perang tahun 1967. Dalam perang enam hari tersebut, Israel merebut Tepi Barat dan Jerusalem Timur dari Yordania, Dataran Tinggi Golan dari Suriah, dan Jalur Gaza dari Mesir.