Ahad 22 May 2011 09:20 WIB

Tokoh Yahudi Amerika Pertimbangkan Dukungan untuk Obama

Presiden AS Barack Obama
Foto: AP
Presiden AS Barack Obama

REPUBLIKA.CO.ID,CHICAGO - Beberapa tokoh Yahudi Amerika akan memikirkan kembali dukungan mereka buat Presiden Barak Obama, yang berusaha mencalonkan diri lagi pada 2012, setelah ia menyeru Israel agar mengembalikan wilayah yang telah didudukinya sejak 1967 kepada Palestina.

Reaksi yang muncul setelah pidato Obama mengenai Timur Tengah membuat anggota Partai Demokrat berusaha keras untuk menenangkan masyarakat Yahudi. Sementara, Presiden AS itu bersiap mencalonkan diri lagi untuk masa jabatan kedua di Gedung Putih.

Obama pada Kamis (19/5) menyerukan berdirinya negara baru Palestina yang menghormati perbatasan 1967. Ucapanya tersebut membuat Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, memberitahu dia dengan tegas visinya mengenai cara mewujudkan perdamaian Timur Tengah tak masuk akal.

"Ia berusaha mengurangi kekuatan perundingan Israel dan saya mengutuk dia untuk itu," kata mantan wali kota New York, Ed Koch, kepada Reuters.

Koch mengatakan ia mungkin takkan berkampanye atau memberi suara buat Obama jika Partai Republik mengajukan calon yang pro-Israel dan menawarkan pilihan bagi langkah anggaran baru-baru ini yang didukung anggota Partai Republik di Kongres. Koch menyumbang 2.300 dolar AS buat kampanye Obama pada 2008. Ddemikian fail di Komisi Pemilihan Umum Federal.

"Saya percaya Obama, yang dulu andalah Senator, akan sebaik John McCain berdasarkan pernyataannya saat itu dan berdasarkan dukungannya buat Israel. Saya terbukti keliru," katanya.

Kendati ada reaksi keras terhadap pidato Obama, sebagian pengulas menyatakan pembicaraan mengenai perbatasan 1967 bukan masalah baru. "Ini telah jadi gagasan dasar selama sedikitnya 12 tahun. Inilah yang dibicarakan Bill Clinton, Ehud Barak dan Yasser Arafat di Camp David, dan belakangan, di Taba," tulis Jeffrey Goldberg di jejaring The Atlantic. "Inilah yang dibicarakan George W. Bush dengan Ariel Sharon dan Ehud Olmert. Jadi, apa sih masalahnya?"

sumber : Antara/Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement