REPUBLIKA.CO.ID, RIYADH - Negara anggota Dewan Kerja Sama Teluk (GCC), Ahad malam (22/5), menghentikan upaya mereka guna menengahi kebuntuan di Yaman, demikian laporan TV Al-Jazeera.
GCC "memutuskan untuk membekukan gagasan mereka dengan tak-adanya kondisi yang baik", demikian isi satu pernyataan yang dikeluarkan dari Riyadh, Arab Saudi, sebagaimana dikutip Al-Jazeera.
Menteri luar negeri Teluk mengambil keputusan itu setelah Presiden Yaman Ali Abdullah Saleh menolak untuk menandatangani kesepakatan yang diperantarai Teluk. Sementara itu oposisi menolak untuk pergi ke Istana Republik untuk menandatangani kesepakatan tersebut bersama Saleh.
"Saya hanya akan menandatangani kesepakatan Teluk, jika wakil oposisi datang ke Istana Republik untuk menandatanganinya bersama saya secara berbarengan, sebab oposisi akan jadi mitra kami dalam kekuasaan selama 90 hari ke depan," kata Saleh dalam pidato yang ia sampaikan melalui stasiun televisi setelah partainya, yang memerintah, menandatangani kesepakatan itu.
Televisi negara menayangkan gambar Saleh sedang berdiri di sebelah penengah Teluk, Sekretaris Jenderal GCC Abdullatif az-Zayani sementara anggota Kongres Rakyat Umum, yang memerintah, menandatangani kesepakatan tersebut, sehari setelah oposisi menandatangainya.
Az-Zayani pekan sebelumnya meninggalkan Sana'a tanpa tanda tangan Saleh dan pergi ke Riyadh, tempat dijadwalkan menghadiri pertemuan menteri luar negeri GCC mengenai Yaman. Dalam pertemuan itu, tetangga Yaman dapat membatalkan upaya penengahan mereka.
Pada Sabtu malam (14/5), oposisi secara sepihak menandatangani kesepakatan tersebut dan menolak untuk memenuhi syarat yang diajukan Saleh untuk datang ke istana kepresidenan guna menandatanganinya lagi pada Ahad. Saleh telah tiga kali menolak kesepakatan yang didukung AS itu sejak April.
Jika Saleh menandatangani kesepakatan tersebut, ia mesti meletakkan jabatan dalam waktu 30 hari sebagai imbalan bagi kekebalan dari hukuman, demikian antara lain persyaratan dalam kesepakatan itu. Kesepakatan tersebut juga menetapkan oposisi akan membentuk pemerintah baru dalam waktu tujuh hari dan mengatur pemilihan presiden serta anggota parlemen dalam waktu 60 hari.